Pemerintah harus menjaga fairness dalam industri telekomunikasi Indonesia seiring dengan konsolidasi industri yang terjadi saat ini. Salah satunya dengan melakukan penataan kembali atau reframing frekuensi yang ada saat ini.
Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Sarwoto Atmosutarno mengungkapkan bahwa konsolidasi industri merupakan hal yang tak terhindarkan. Hal ini karena jumlah pemain yang ada di industri telekomunikasi Indonesia masih terlalu banyak.
Di sisi lain, frekuensi menjadi hal mutlak yang perlu dimiliki oleh para operator untuk bisa memberikan layanan bagi pelanggannya. Apalagi dengan tren digital saat ini, keberadaan frekuensi sangat penting guna mendukung bisnis.
"Di sinilah peran pemerintah untuk bisa mengalokasikan frekuensi secara baik diperlukan untuk menjaga kondisi persaingan usaha di sektor ini bisa terlaksana dengan baik," ujar Sarwoto di Jakarta, Senin (26/10/2021).
Saat ini Telkomsel merupakan pemegang spektrum frekuensi terbesar di Indonesia sebesar 155 MHz dengan jumlah pelanggan mencapai 190 juta.
Merger antara dua operator Indosat dan Tri Hutchison akan membuat duo operator ini menguasai spektrum 145 MHz dengan jumlah pelanggan sekitar 104 juta.
Menjadi pertanyaan, apakah penguasaan spektrum sebesar itu dengan jumlah pelanggan yang relatif sedikit itu tepat untuk operator baru hasil merger.
"Idealnya pemerintah menghitung ulang frekuensi yang dimiliki operator hasil merger itu. Dialokasikan sesuai dengan kebutuhan ekspansi bisnisnya. Bila ternyata nanti memang berkembang dan butuh frekuensi lebih banyak, bisa saja diberikan. Tapi di awal perlu dipetakan dulu berapa kebutuhannya," ungkap Sarwoto.
Bersambung ke halaman selanjutnya.