Pelaku pasar kini sudah tidak bisa lagi melihat data transaksi kode broker selama perdagangan saham berlangsung. Kebijakan ini diterapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 6 Desember yang lalu.
Sejak kebijakan ini masih dalam tahapan rencana, hiruk-pikuk di kalangan pelaku pasar pun sudah terjadi. Banyak dari pelaku pasar yang menolak kebijakan itu.
Menurut Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono W. Widodo penolakan itu terjadi karena banyaknya investor ritel yang sudah terbiasa dengan herding behavior, atau aksi ikut-ikutan dalam menentukan keputusan transaksi saham. Mereka hanya mengikuti broker-broker tertentu untuk memutuskan membeli atau menjual saham.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika data transaksi kode broker ditutup, para investor ritel yang terbiasa dengan herding behavior khawatir tidak bisa menentukan keputusan transaksi yang tepat. Padahal salah satu alasan BEI melakukan itu agar mendorong pelaku pasar terutama investor ritel agar memilih saham berdasarkan fundamentalnya.
"Saya di industri sejak awal 90-an ya, ya tahunya kalau mau trading itu kode broker itu ada dan ini juga digunakan oleh beberapa investor untuk membuat analisa. Kalau broker A beli ini kita juga bisa ikut-ikutan, kalau si B jual ini kita juga bisa ikut-ikut jual. Nah ini tiba-tiba nggak ada, tentunya ini menimbulkan kegamangan bagi mereka yang sudah terbiasa," terangnya saat berbincang dengan detikcom, ditulis Kamis (16/12/2021).
Laksono mengibaratkan penutupan kode broker ini seperti kebijakan yang mengharuskan pengemudi sepeda motor menggunakan helm. Memang terasa tidak nyaman jika sudah terbiasa tidak menggunakan helm, namun itu demi keselamatan.
"Seperti dulu kan pernah naik motor tiba-tiba suruh pakai helm gitu ya. Nah itu kan buat yang pertama-tama pakai helm kan nggak enak ya, rasa sempit, pengap, panas suaranya nggak kedengeran, tapi kan demi kebaikan bersama. Kurang lebih seperti itu," terangnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak juga Video: FinanSiap: Wadah Edukasi Untuk Para Investor Muda
Lagi pula, lanjut Laksono, para investor masih bisa melihat data kode broker setelah perdagangan tutup di sore hari. Menurutnya itu masih bisa menjadi informasi yang bisa diolah para investor jika memang masih tetap ingin mengacu pada kode broker dalam mengambil keputusan bertransaksi saham.
"Silakan kalau membuat analisa berdasarkan informasi tersebut untuk mungkin dipraktikkan besoknya. Jadi cukup waktu, market tutup jam 3 dan nanti mungkin kembali jam 4 lagi tahun depan, ya itu cukup waktu untuk melakukan strategi perdagangan di kemudian hari," tuturnya.
Laksono juga menegaskan, bahwa BEI hanya mendorong para investor agar kembali menggunakan analisa teknikal maupun fundamental dalam melakukan transaksi saham. Setidaknya hal itulah yang dilakukan banyak investor di pasar modal negara lain, termasuk di Indonesia.
"Jadi ini sekali lagi saya melihat bahwa tidak terjadinya penurunan setelah kita melakukan penutupan kode broker ini juga menyatakan bahwa ya sebenarnya sudah banyak secara umum mereka ini sudah melakukan transaksi tanpa melihat kode broker. Memang kadang sudah negatif itu dibesarkannya lebih mudah, kadang bad news sales more easier than good news," terangnya.
Laksono pun mengakui, selama melakukan sosialisasi atas kebijakan penutupan kode broker tersebut selama satu tahun terakhir banyak terjadi penolakan. Meski begitu setelah dilakukan penjelasan menurutnya banyak juga pelaku pasar yang akhirnya paham maksud dan tujuan dari BEI.
"Awal-awal memang terjadi penolakan yang cukup keras, tapi kami juga menjelaskan rasional di balik ini semua. Kami ingin bahwa investor di Indonesia ini, terutama investor baru itu melakukan investasi berdasarkan hasil hasil analisa yang lebih baik ya, daripada sekadar ikut-ikutan. Dan juga menyatakan bahwa ya memang best practice-nya begitu di market-market lain yang memang terbukti sudah lebih lama ya dibandingkan dengan Bursa Efek Indonesia," tutupnya.