Berdasarkan data RTI, pergerakan saham GIAA terakhir sebelum disuspensi berada di level Rp 222 dengan kapitalisasi pasar (market cap) perseroan mencapai Rp 5,75 triliun.
Dalam tiga tahun terakhir diperdagangkan saham GIAA memang cenderung terus menukik ke bawah. Level tertinggi terjadi pada Juli 2019 di mana saat itu berada di level Rp 605 per saham, namun terus menurun sampai mentok di level Rp 150 per saham pada Maret 2020.
Harga tersebut merupakan yang terendah bahkan sejak Garuda melantai di BEI pada 11 Februari 2011 dengan harga penawaran tercatat Rp 750 per saham. Penurunan itu dikarenakan perseroan menjadi sorotan akibat jeratan utang dan ancaman pailit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saham GIAA sempat bangkit lagi ke level Rp 453 per saham pada Januari 2021. Momen itu tidak berlangsung lama karena saham terus mengalami penurunan hingga terakhir di perdagangan di level Rp 222 per saham.
Jika ditarik ke belakang, keputusan BEI menghentikan sementara perdagangan efek GIAA karena perseroan menunda pembayaran kupon global sukuk yang telah jatuh tempo pada 3 Juni 2021 dan telah diperpanjang pembayarannya dengan menggunakan hak grace period selama 14 hari, sehingga jatuh tempo pada 17 Juni 2022.
Saham GIAA bisa terancam didepak dari BEI alias delisting jika masa suspensinya terus berlangsung hingga mencapai 24 bulan.
Hal itu mengacu pada Pengumuman Bursa No Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021 tanggal 18 Juni 2021 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek GIAA, yang menyatakan bahwa delisting bisa dilakukan apabila mengalami suspensi 24 bulan berturut-turut.
(hal/hns)