Menurut riset terbaru JPMorgan tu, volatilitas saham GOTO ini ternyata menarik minat lima pertanyaan krusial yang sering diajukan investor.
Pertama, mengapa GOTO perlu mencari dana baru melalui penerbitan Obligasi Konversi senilai US$ 150 juta atau setara dengan Rp 3,2 triliun (kurs Rp 15.500/US$) dari International Finance Corporation (IFC) yang menjadi bagian dari Bank Dunia? Serta mengapa dalam waktu bersamaan GOTO melakukan Penawaran Umum Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau private placement?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, apa dampak peraturan e-commerce yang baru yakni Permendag 31 tahun 2023 bagi GOTO? Apakah bisnis Tokopedia akan diuntungkan atau dirugikan?
Ketiga, bagaimana peta persaingan bisnis e-commerce pascapenghapusan Tiktok Shop dari aplikasi TikTok setelah terbit aturan baru? Keempat, bagaimana prospek pendapatan GOTO pada kuartal III-2023? Kelima, bagaimana peta persaingan di segmen on-demand services (ODS) antara Gojek vs Grab?
Menurut JPMorgan soal pertanyaan pertama mengenai private placement, diyakini ada salah persepsi bahwa Non Preemptive Rights Issue (NPRI) dianggap sebagai penyebab koreksi saham. JPMorgan pun menilai ada kerancuan antara harga pelaksanaan NPRI Rp 90/saham vs harga strike obligasi konversi Rp 135/saham yang akan dikonversi oleh IFC.
JPMorgan meyakini investasi IFC di GOTO harus dilihat sebagai bentuk kepercayaan dan dan validasi atas keberhasilan inisiatif ESG GOTO dalam meningkatkan inklusi keuangan dan transisi energi ramah lingkungan.
JPMorgan juga percaya pendanaan tambahan US$ 150 juta, di luar kas bersih yang sudah ada sebesar US$ 1,7 miliar, akan semakin memperkuat neraca investasi atau peluang produk baru GOTO, khususnya di GTF. Hal ini bukan dilihat sebagai pengeluaran lagi untuk subsidi demi bersaing.
Adapun harga NPRI sebesar Rp 90/saham sebetulnya ditetapkan untuk keperluan penataan convetible bond (CB). Diketahui, harga diambil oleh Bhineka Holdings dan harga strike sebenarnya dari IFC adalah Rp 135/saham yang akan menjadi harga patokan yang nanti ada opsi untuk eksekusi.
JPMorgan juga yakin Permendag No.31/2023 akan berdampak positif bagi Tokopedia dan Shopee, karena TikTok sudah resmi menghapus tombol E-Commerce TikTok Shop dari aplikasinya.
"Meskipun demikian, kami melihat perusahaan-perusahaan lama memberikan insentif jangka pendek untuk merebut merchant-merchant Tiktok yang sudah ada, terutama dari Shopee, kami yakin persaingan akan menjadi rasional dalam jangka menengah dan meningkatkan jalur menuju profitabilitas bagi industri ini," tulis JPMorgan.
Keempat, JPMorgan memperkirakan pertumbuhan nilai transaksi bruto (GTV) secara kuartalan (QoQ) sebesar satu digit untuk GOTO di Q3-23. Jumlah ini diprediksi setelah mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut, dengan peningkatan berkelanjutan dari sisi EBITDA yang disesuaikan.
Kelima, meskipun masih ada beberapa promosi diskon di seluruh platform pesan-antar makanan, termasuk model berlangganan baru di GoFood dan GrabFood, JPMorgan yakin lanskap persaingan sudah meningkat dalam 1-2 tahun terakhir.
Setidaknya ada lima pemain di segmen ini pada 2021-2022 (GoFood, GrabFood, ShopeeFood, Traveloka Eats, AirAsia Food). Namun saat ini hanya dua pemain aktif, karena satu telah melakukan pengurangan besar-besaran dan dua lainnya sudah tidak beroperasi lagi.
"Secara terpisah, kami yakin lanskap persaingan dalam layanan ride-hailing tidak banyak berubah karena masih tetap sehat, terutama ketika membandingkan tarif dengan taksi lokal," pungkasnya.
(prf/ega)