Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi cukup dalam hari ini, Senin (10/2/2025). Setelah dibuka di level 6.743, IHSG bahkan sempat rontok hingga ke level 6.585. Dalam sepekan, rentang pergerakan IHSG cukup dalam, dari 7.124 ke 6.586.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, mengatakan pelemahan IHSG hari ini lebih dipengaruhi oleh sentimen perang dagang. Hal ini berkenaan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang akan mengumumkan penetapan tarif baru yang memicu perang dagang.
"Rencana dari pada kebijakan tarif Trump untuk baja dan aluminium, di mana akan dikenakan kenaikan tarif sebesar 25% pun juga ini turut memberikan sentimen negatif bagi market. Karena, sentimen daripada trade war ini memang benar-benar strong, ya," ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (10/2/2025).
Belum lagi, sebelumnya Trump sudah menerapkan tarif tambahan untuk produk-produk impor dari China sebesar 10%. Selain itu, sentimen lainnya juga berkaitan dengan data inflasi AS akan dirilis pada pekan ini yang diproyeksikan bahwa pasar akan antisipasi dengan potensi tekanan inflasi.
"Karena ini juga akan memicu The Fed untuk tidak agresif dalam menerapkan kebijakan pelonggaran moneter. Kalau saya melihat, nilai tukar rupiah juga mengalami pelemahan, ini juga merupakan imbas dari outflow yang terjadi dari emerging markets sehubungan dengan implementasi dari America First Policy maupun juga Make America Great Again ini memang cukup kuat," beber Nafan.
Baca juga: Awal Pekan, IHSG Terperosok ke 6.681 |
Di sisi lain, Nafan juga melihat, per hari ini masih minim sekali data makro ekonomi domestik yang bisa memberikan dampak besar bagi pasar. Hal ini ditambah, menurut Nafan, sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) merilis inflasi yang per Januari 2025 berada di angka 0,76% secara year on year (yoy).
"Masih minim sekali data makro ekonomi yang bisa memberikan high market impact, apalagi juga sebelumnya ketika BPS merilis inflasi Indonesia yang per Januari, itu ternyata hasilnya di bawah dari lower boundary yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Pada waktu itu, Bank Indonesia menetapkan yang terendah 1,5% dan yang tertinggi 3,5%," ungkapnya.
Lebih lanjut, Nafan mengelaborasi, ketegangan geopolitik menurutnya masih tetap ada dan masih kuat sentimennya terhadap IHSG. Hal ini berimbas pada pelaku pasar yang akan cenderung bersikap hati-hati.
"Kalau saya highlight di sini, ketika Trump berkuasa, AS keluar lagi dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang terkait dengan perubahan iklim. Kalau saya ingat, itu sudah tiga kali AS keluar dari Perjanjian Paris, dan yang terakhir ini di masa kepemimpinan Trump 2.0," ujarnya.
"Sebenarnya isu climate change ini juga merupakan isu yang mengemuka. Ini merupakan isu yang menjadi suatu tantangan bagi perekonomian global, salah satu challenge bagi perekonomian global. Kalau saya ingat dari IMF maupun World Bank dalam World Economic World Economic Outlook dan Global Economic Prospect, itu memproyeksikan bahwasanya perekonomian global di tahun ini maupun di 2026 memang masih diproyeksikan underwhelming," tandasnya.
Simak juga video: IHSG Ditutup Melemah Di Akhir Pekan
(eds/eds)