Hari ini Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Salah satunya adalah suku bunga acuan atau BI Rate.
Suku bunga acuan ini sangat diharapkan oleh pelaku pasar. Dalam riset Mirae Asset Sekuritas disebutkan pasar akan merespons positif jika BI memangkas suku bunga hari ini.
IHSG pada sesi I perdagangan kemarin melemah signifikan mencapai batas 5% yang menyebabkan BEI melakukan penghentian sementara perdagangan saham.
IHSG kemarin mencapai level terendahnya 6.011,8, atau melemah 7,1% dibandingkan dengan penutupan sebelumnya. Pada akhir sesi II, IHSG akhirnya ditutup melemah 3,8% menjadi 6.233,4. Net outflow asing kemarin cukup besar, mencapai Rp 2,5 triliun (outflow Rp 29,4 triliun YTD, atau US$ 1,8 miliar).
Sentimen negatif pemicu aksi jual di pasar saham Indonesia kemarin adalah faktor domestik. Sebagian besar indeks bursa-bursa saham Asia lainnya kemarin menguat, seperti Nikkei Jepang (+1,2%), Straits Times Singapura (+0,9%), dan SENSEX India (+1,5%).
Secara umum, kondisi ekonomi Indonesia masih cukup stabil, dengan inflasi yang sangat rendah (deflasi 0,09% YoY pada bulan Februari), surplus neraca perdagangan yang cukup lebar di 2M25 mencapai US$ 6,6miliar, dan pertumbuhan PDB yang masih cukup baik sepanjang tahun 2024 sebesar 5,03%.
Penurunan IHSG sepanjang tahun 2025 lebih disebabkan oleh rendahnya optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 ini, kecemasan pasar akan serangkaian kebijakan Prabowo, dan isu mundurnya Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai Menteri Keuangan.
SMI kemarin telah menegaskan akan tetap berada di Kabinet Merah Putih, dan kami berharap hal ini akan meredakan kekhawatiran pasar hari ini.
"Kami juga berharap bahwa akan ada langkah positif dari BI hari ini berupa pemangkasan BI rate sebesar 25 bps menjadi 5,5% untuk turut membantu memulihkan kepercayaan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini," tulis riset Mirae Asset Sekuritas dikutip Rabu (19/3/2025).
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan Indonesia mengalami deflasi 0,09% yoy pada Februari 2025. Turun di bawah target BI sebesar 1,5% - 3,5%. Angka ini disebabkan oleh tarif listrik.
Namun inflasi inti tetap stabil dan menunjukkan bahwa penurunan tersebut tidak ditopang oleh melemahnya permintaan masyarakat.
Dalam laporannya juga disebutkan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di bulan mendatang karena momentum ramadan dan berakhirnya subsidi listrik.
"Sementara itu, Federal Reserve diperkirakan akan mempertahankan suku bunga di posisi 4,25% - 4,5% pada rapat Maret, ini karena inflasi di AS tetap di atas target meskipun ada tanda moderasi," jelas dia.
Kondisi tidak pastinya perdagangan di bawah kepemimpinan Presiden Trump seperti makin memanasnya perang tarif dengan Uni Eropa disebut bisa mempertahankan tekanan inflasi dan membebani sentimen bisnis.
Sementara inflasi RI saat ini diperkirakan akan kembali ke target BI dalam beberapa tahun mendatang. Pada saat yang sama, risiko eksternal dari volatilitas pasar keuangan global dan kebijakan perdagangan AS tetap tinggi.
"Dengan mempertimbangkan faktor tersebut, BI sebaiknya mempertahankan suku bunga acuan pada posisi 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan menjaga stabilitas keuangan, serta ketahanan pasar," ujarnya.
Simak juga Video: IHSG Anjlok Parah, Ini Perbandingannya dengan saat Krisis '98 dan Covid-19
(kil/kil)