Ruas tol ini merupakan jalan tol Prakarsa, atau diusulkan oleh investor, yakni PT Jasa Marga Tbk dan UEM Group dari Malaysia. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Herry Trisaputra Zuna, mengatakan ruas ini menjadi salah satu upaya pemerintah menghadapi kenyataan di masa mendatang, di mana akan terjadi kemacetan luar biasa di jalan-jalan non tol, karena tak ada jalur alternatif.
"Kalau kita lihat dari sisi kebutuhan, sebetulnya di pulau Jawa memang dibutuhkan jaringan yang di bawah (Selatan). Jadi basis jalan, seyogyanya memang ada yang di utara dan ada yang di selatan dan dihubungkan dengan penghubung," kata Herry kepada detikFinance saat dihubungi di Jakarta, Minggu (19/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dan bila Trans Jawa telah selesai, nantinya di tahun 2035, jaringan jalan tol ini juga masih belum bisa menampung pengendara yang melaluinya. Dengan memperhitungkan pertumbuhan lalu lintas yang ada, maka jalur Selatan Jawa akan mengalami kemacetan, terutama di jalur-jalur non tol akibat tidak adanya alternatif.
Hal inilah yang membuat pemerintah menerima usulan dari Badan Usaha yang menginginkan adanya pembangunan jalan tol di ruas Cilacap-Yogyakarta.
"Jadi kita coba kajian model tadi, bagaimana kalau yang dari Cileunyi ini dihubungkan sampai ke Solo, ditambah dari Tasik ke Cilacap. Dengan ini tadi, kemacetan di jalan non tolnya bisa lebih berkurang, dan kejadian macet di 2035 belum sepenuhnya over capacity. Jadi dari hasil running model tadi, terlihat bahwa kebutuhannya ada sebenarnya," tutur Herry.
"Artinya, dalam konteks program, setidaknya nanti di 2035 kebutuhannya ada. Artinya dari sekarang seyogyanya kita harus menyiapkan karena proses bangun itu kalau lihat bangun kemarin ada yang cepat ada yang lambat. Kan kita juga masih harus bebaskan tanah. Artinya bisa jadi sampai 10 tahun pertama kita menyelesaikan proyeknya. Jadi kebutuhan ini memang dibutuhkan di depan. Jadi kalau dilakukan sekarang sifatnya baik," pungkasnya. (wdl/wdl)