Ini 5 Komoditas Tambang Indonesia yang Paling Vital

Ini 5 Komoditas Tambang Indonesia yang Paling Vital

- detikFinance
Kamis, 28 Nov 2013 08:07 WIB
1.

Ini 5 Komoditas Tambang Indonesia yang Paling Vital

Ini 5 Komoditas Tambang Indonesia yang Paling Vital
Jakarta - Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, namun sebagian besar produksi mineral tambangnya diekspor mentah-mentah.

Ada 5 komoditas mineral tambang yang harus segera diselamatkan Indonesia. Komoditas itu dinilai mampu mencukupi dan menghidupi negara ini secara mandiri.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM R. Sukhyar mengatakan setidaknya ada 5 komoditas yang harus diselamatkan Indonesia, sehingga mampu mengolah sendiri komoditi tersebut sehingga mendapatkan benefit dan value addict.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa saja 5 komoditas tersebut, seperti dikutip detikFinance, Kamis (28/11/2013).

Sukhyar menyebutkan Indonesia memiliki cadangan batubara mencapai 26 miliar ton.

"Kita punya 26 miliar ton batubara, itu proven atau possible resources, sebagian besar ada berada di underground, tapi underground ini belum banyak terekspose karena sebagian besar saat ini sebagian besar tambang batubara dilakukan melalui open pit (tambang terbuka), sedangkan sekitar 2 miliar ton berada di hutan lindung," kata Sukhyar.

Pemerintah segera memberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014. Hal ini perlu didukung karena jangan sampai Indonesia kena kutukan negara kaya energi dan sumber daya alam tapi miskin terus.

"Pelarangan ekspor mineral mentah bertujuan untuk mendapatkan value addict (nilai tambah), produksi mineral mentah akan memberikan banyak manfaat jika kita mengolahnya sendiri, tidak mentah-mentah diekspor dan diolah negara lain dan kita sendiri yang impor barang yang sebenarnya dasarnya dari Indonesia," ujar R. Sukhyar.

Sukhyar mengungkapkan, Indonesia baru akan mengolah sendiri mineral mentahnya, negara-negara lain justru sudah sejak lama menerapkan kebijakan ini.

"Untuk value addict sudah menjadi isu global, sepuluh tahun terakhir 20 negara telah memperbaiki undang-undang mereka, semua negara memperbaiki kebijakannya, salah satunya meningkatkan peran state owned company-nya, meningkatkan manfaat tax, ingat Obama (Barack, Presiden Amerika Serikat) saja menerapkan tambahan royalti kok untuk material building non logam, tujuannya bagaimana cara meningkatkan benefit," jelasnya.

Sukhyar menegaskan jangan sampai Indonesia terkena kutukan sebagai negara yang kaya akan hasil sumber daya alam baik minyak, mineral tambang dan lainnya namun tetap miskin.

"Negara yang tidak punya sumber daya alam justru maju, mereka berhasil memanfaatkan bahan dasar dari negara pemilik SDA, mereka olah, kemudian dijual kembali dengan harga yang tentu jauh lebih mahal," ungkapnya.

"Kalau kita tidak punya dana untuk mengolah sendiri mineral mentah, kita undang saja investor negara maju, untuk olah mineral mentah kita tapi tentunya di Indonesia, sehingga ada investasi di Indonesia, ada penyerapan tenaga kerja dan ada transfer ilmu dan teknologi," katanya.

Indonesia berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2012 memiliki tembaga terukur berupa besi  sebanyak 6,031 miliar ton dan 32 juta ton berupa logam.

Indonesia saat ini berupaya untuk menerapkan pelarangan ekspor raw materials (mineral mentah), tujuannya agar industri hilir di Indonesia berkembang, diharapkan dengan berkembangnya industri hilir, Indonesia bisa mengolah sendiri mineral tambang mentahnya.

Sukhyar mengungkapkan, pelarangan ekspor mineral mentah merupakan gejala global, banyak negara yang melakukan ketentuan tersebut.

"Ini gejala global, semua negara melakukan itu, tidak hanya Myanmar dan Laos saja, tapi negara-negara di Afrika juga, kan poinnya negara-negara yang kaya resources pasti terbelakang, lalu muncul lah sebutan resources curse (kutukan sumber daya alam), jadi bagaimana semuannya fair business," ucapnya.

Sukhyar mencontohkan saat ini Indonesia mengekspor nickel ore ke China, sementara oleh China diolah menjadi stainless steel.

"Sementara stainless steel-nya kita beli dari China, kenapa bukannya diolah di sini (Indonesia) saja. Ini yang kita harapkan ada kerjasama antara negara-negara ASEAN, mbok China jangan hanya serap nickel ore, mbok dia (China) investasi di Indonesia," tegasnya.

Indonesia saat ini berencana melarang ekspor mineral mentahnya pada 12 Januari 2014 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Namun rencana pelarangan ekspor ini mendapat tentangan berbagai pihak terutama dari perusahaan mineral tambang yang beroperasi di Indonesia dengan alasan akan mengakibatkan penerimaan negara turun, banyaknya pemutusan tenaga kerja, mengakibatkan dua daerah akan bangkrut dan dampak lainnya lagi.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM pada 2012 Indonesia memiliki cadangan bauksit terukur berupa biji sebanyak 340 juta ton dan berupa logam sebanyak 161 juta ton.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM pada 2012 Indonesia mempunya sumber daya berupa nikel mencapai 1,091 miliar ton dalam bentuk bijih dan 15 juta ton berupa logam.

Salah satu komoditas yang wajib diselamatkan Indonesia adalah pasir besi. Pada 2012 berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, memiliki pasir besi terukur sebanyak 46 juta ton dalam bentuk bijih dan 9 juta ton dalam bentuk logam.

Diperkirakan Indonesia mempunyai potensi pasir besi sebanyak 182 juta ton berupa bijih dan 63 juta ton berupa logam.

Sukhyar mengungkapkan lima komoditas tambang ini sangat banyak ditemukan di Indonesia, dan dapat menghidupkan industri hilir dan bahkan dapat mencukupi kebutuhan energi listirk untuk menerangi 100% masyarakat Indonesia.

"Lima komoditas itu banyak di Indonesia, artinya kalau kita menghidupkan industri hilir kita cukup dari sana, cukup strong kita, makanya itu harus ada hilirisasi. Hilirisasinya harus benar, artinya kita nggak bergantung dari mana-mana karena ada di sini (industri hilirnya), tapi saat ini kita malah menghidupi industri orang lain," katanya.

"Sekarang energi yang sudah siap dari 5 komoditas tersebut adalah batubara. Kalau kita membutuhkan 5.000 megawatt (MW) per tahun untuk mencapai elektrifikasi 100% dan ditambah 9% permintaan listrik per tahun itu sangat cukup hanya mengandalkan batubara, ya bukan berarti energi baru terbarukan tidak ada, tapi lebih cepat dari batubara," tutupnya.

Hide Ads