Kesepakatan seputar nuklir di Iran menandai kemungkinan dilepaskan sanksi ekonomi terhadap negara tersebut. Artinya, minyak dan gas asal Iran akan 'membanjiri' pasar dunia.
Mengutip AFP, Minggu (5/4/2015), dengan potensi minyak asal Iran kembali merambah pasar dunia, maka harga si emas hitam pun kemungkinan masih akan tetap rendah.
"Bagi ekonomi dunia, kembalinya Iran akan membantu harga minyak tetap rendah. Ini bisa menanggulangi risiko kekurangan pasokan karena risiko konflik di Libya," sebut Holger Schmieding, Ekonom Berenberg Bank.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, hubungan dengan Iran yang mulai mesra membuat perusahaan-perusahaan migas asal negara-negara barat bisa mengambil peluang. Selama ini, perusahaan migas dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya tidak bisa masuk ke Iran. Akhirnya hanya perusahaan dari China dan India yang mengambil peluang tersebut.
Potensi migas di Irang memang luar biasa. Tahun lalu, rata-rata produksi minyak di Negeri Persia mencapai 2,81 juta barel/hari. Iran adalah negara produsen minyak terbesar dunia.
"Iran adalah negara dengan potensi migas yang sangat besar," kata Francis Perrin, pimpinan SPE Group.
Begitu sanksi ekonomi dihapus, Iran tentunya akan mencari tempat untuk menjual migas mereka untuk mendapatkan dana. Oleh karena itu, produksi migas Iran kemungkinan akan meningkat pesat.
"Mungkin sebelum akhir tahun ini produksi migas mereka akan meningkat signifikan," ujar uy Maisonnier, Ekonom IFP Energies Nouvelles.
Namun, peningkatan produksi tentunya membutuhkan teknologi. Ini lah peluang yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan minyak dari AS dan sekutunya.
Di bawah kepemimpinan Presiden Hassan Rouhani, Iran sedikit demi sedikit mulai membuka diri. Bahkan hubungan dengan AS, sang musuh bebuyutan, juga terlihat semakin mesra.
Dalam forum ekonomi di Davos, Swiss, tahun lalu, Rouhani sendiri ingin melihat kembali perusahaan negara-negara barat untuk berinvestasi di negerinya. Bahkan Rouhani siap menawarkan berbagai insentif.
"Bagi perusahaan energi, Iran siap menawarkan kontrak-kontrak yang menarik. Namun dengan kondisi yang sekarang, masih terlalu riskan," tutur Bertrand Hodee, Analis Raymond James (perusahaan efek/broker).
Di Iran, mekanisme jual-beli minyak memang agak berbeda dengan negara-negara lain. Iran menerapkan sistem pembelian kembali (buyback), di mana perusahaan minyak mendapat konsensi berdasarkan besarnya investasi yang ditanamkan. Berbeda dengan Indonesia, misalnya, yang memakai pola pembagian produksi (production sharing).
(hds/hds)