Salah satu penyebab utama sedimentasi yang parah ini akibat disekitar waduk banyak berdiri keramba jaring apung milik warga sekitar. Pakan ikan yang digunakan pengelola keramba ikan menambah dampak pencemaran dan sedimentasi di Waduk yang dibangun pada 1983.
Kepala Badan Pengelola Unit Pembangkit (UP) Cirata, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), Agustian mengatakan, jumlah petak keramba ikan di atas permukaan Waduk Cirata saat ini mencapai 68.000 petak. Sementara, kapasitas ideal waduk seluas 6.200 hektar ini maksimal 12.000 petak keramba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain pakan ikan, juga limbah domestik dari orang yang tinggal di atas KJA. Bayangkan saja, ada 68.000 petak, berapa orang yang hidup di atasnya yang buang air, buang plastik, dan limbah domestik lainnya," kata Agustian, kepada detikFinance, ditemui lokasi PLTA Cirata, Kecamatan Cipeudeuy, Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (15/10/2015).
Kepungan keramba ikan ini, sambungnya, meningkatnya kadar asam air dari pakan ikan membuat 8 turbin pembangkit yang beroprasi saat ini mengalami korosi. Kondisi ini membuat biaya perawatan turbin semakin mahal. "Saya lupa hitungannya," imbuhnya.
PLTA ini sangat vital karena memasok listrik transmisi Jawa-Bali. Apalagi saat musim hujan saat kapasitas air melimpah. Kapasitas terpasangnya sebesar 1.428 gigawatt (GWH) dan disalurkan lewat transmisi tegangan tinggi 500 kilovolt ke jaringan listrik Jawa-Bali.
"Kalau beroperasi penuh PLTA ini menyumbang 1.008 Mw dari total kebutuhan listrik Jawa-Bali sebesar 23.000 MW saat beban puncak. Kalau terganggu, listrik di Jawa-Bali bisa bahaya, apalagi kalau dalam waktu bersamaan pembangkit thermal (BBM dan batubara) sedang terganggu atau lagi maintenance," jelas Agustian.
Kondisi ini menambah daftar waduk dan PLTA yang dibangun zaman Presiden Soeharto dalam kondisi sekarat. Sebelumnya ada Waduk Saguling yang kondisinya hampir sama. Simak ulasan PLTA Saguling yang sedang 'sekarat di sini.
(rrd/rrd)