Kegiatan eksplorasi di Indonesia risikonya besar, cadangan migas yang besar umumnya ada di laut dalam, sementara tingkat pengembalian investasi (Investment Rate Return/IRR) kurang ekonomis, investor jadi enggan ke Indonesia.
Akibatnya, produksi migas nasional terus menukik turun karena tak ada cadangan baru. Kalau tak ada upaya dari pemerintah, cadangan migas Indonesia yang sekarang tinggal 3,5 miliar barel akan segera habis, diperkirakan produksi minyak Indonesia tinggal 480.000 barel per hari (bph) pada 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai gambaran betapa buruknya iklim di hulu migas Indonesia sekarang, Wirat menuturkan bahwa dari 14 wilayah kerja (WK/blok) migas yang dilelang tahun ini, baru 4 blok saja yang diminati investor. "Lelang kita yang sekarang aja baru ditawar 4 (blok migas). Tahun-tahun zaman dulu itu orang rebutan," ujarnya.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penurunan tajam produksi migas itu adalah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Revisi PP 79/2010, akan membuat investasi di hulu migas Indonesia lebih menarik.
Dengan adanya sejumlah pemangkasan pajak dan pemberian insentif-insentif bagi industri hulu migas, keekonomian proyek-proyek hulu migas jadi meningkat. Rata-rata Investment Rate Return (IRR) atau tingkat pengembalian modal bisa bertambah dari saat ini 11,59% menjadi 15,16% per tahun.
Kalau beleid ini sudah selesai dirombak, iklim investasi hulu migas di Indonesia bisa sejajar dengan Malaysia dan Vietnam. "Kalau IRR kita bisa 15%, setara lah dengan Malaysia, Vietnam," kata Wirat.
"Begitu ini (revisi PP 79/2010) terbit, kita harap langsung banyak yang ikut lelang (blok migas). Jumlah total KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) kan turun terus sejak ada PP 79," dia menambahkan.
Kapan revisi PP 79/2010 bisa diselesaikan dan resmi diberlakukan? "Sooner the better, kalau bisa tahun ini bisa," tutup Wirat. (dna/dna)