Jonan mengungkapkan, biaya pengapalan LNG dari Bontang ke Tanjung Benoa saja sudah US$ 1,9/MMBtu, belum ditambah biaya regasifikasi dan distribusi lewat pipa yang panjangnya hanya 5 kilometer (km).
Sebagai pembanding, biaya pengapalan LNG dari Tangguh di Papua ke Terminal Penerimaan dan Regasifikasi LNG Arun di Aceh hanya US$ 0,08/MMBtu. Padahal gas untuk Tanjung Benoa berasal dari Bontang, sementara gas untuk Arun dikirim dari Papua yang 2,5 kali lipat lebih jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Jonan, biaya pengapalan, regasifikasi, dan distribusi gas harus diatur agar pemilik kapal, terminal regasifikasi, dan pipa gas tak seenaknya mengenakan tarif setinggi langit.
"Yang charge harga mahal ini siapa? Kapalnya, regasifikasinya, sama pipanya milik Pelindo III yang panjangnya cuma 5 km," ungkap Jonan
Jika pemerintah tak membatasi tarif pengapalan, regasifikasi, dan distribusi gas, biaya energi jadi tak efisien. Bisa-bisa biaya produksi listrik untuk PLTG Pesanggaran jadi lebih mahal daripada PLTD yang pakai solar.
"Ini yang mau kita benahi. (Biaya) Midstream, regasifikasi harus wajar. Kita lagi atur secara bertahap. Kalau kita biarkan harga ini, perhitungan per kWh bisa lebih mahal daripada kalau PLN pakai minyak diesel. Ini harus direnegosiasi yang baik," pungkasnya. (mca/hns)