Gas dari Blok Tuna bakal dialirkan melalui pipa sepanjang 70 kilometer (km) ke Vietnam. Seluruh produksi gas dari blok tersebut akan dijual ke Vietnam.
Penjualan gas ini bukan kerja sama ekonomi biasa, ada faktor geopolitik yang melatarbelakanginya. Blok Tuna terletak di kawasan timur perairan Natuna, termasuk dalam 9 garis batas (nine dash line) di Laut Cina Selatan yang diklaim China sebagai wilayahnya. Indonesia dan Vietnam sama-sama bermasalah dengan China soal perbatasan di Laut Cina Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang ada faktor geopolitik. Pak Presiden kan sudah memerintahkan supaya migas di Natuna cepat dikembangkan, harus ada aktivitas secepatnya," kata sumber detikFinance di pemerintahan, Jumat (25/8/2017).
Ketika dikonfirmasi terpisah, Dirjen Migas Kementerian ESDM, Ego Syahrial, mengatakan gas Tuna diekspor ke Vietnam karena pertimbangan keekonomian. Jika dialirkan ke dalam negeri sendiri, butuh pipa sepanjang 385 kilometer (km), biaya pengembangannya jadi mahal sekali, harga gas jadi tidak ekonomis.
"Intinya, kita punya satu lapangan itu secara lokasi dekat sekali dengan Vietnam, hanya 11 km. Dengan pipeline eksisting di sana jaraknya hanya 60-70 km. Kalau ke wilayah kita, paling dekat 385 km. Tapi kita belum sampai tahap menjual, baru kesepakatan awal," ucapnya.
Blok Tuna bertetangga dengan ladang gas terbesar Indonesia, yaitu Blok East Natuna. Pada 2017 lalu, eksplorasi yang dilakukan Premier Oil berhasil menemukan cadangan minyak di Blok Tuna. Produksi minyak dari Blok Tuna diperkirakan 7.000-15.000 barel per hari. Selain itu ada cadangan gas sekitar 12,3 miliar kaki kubik. (mca/wdl)