SBY hingga Jonan di Balik Keberhasilan Akuisisi Freeport

SBY hingga Jonan di Balik Keberhasilan Akuisisi Freeport

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Senin, 24 Des 2018 09:12 WIB
1.

SBY hingga Jonan di Balik Keberhasilan Akuisisi Freeport

SBY hingga Jonan di Balik Keberhasilan Akuisisi Freeport
Foto: Ardhi Suryadhi
Jakarta -
Setelah lama menjadi minoritas dalam kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia, kini pemerintah melalui PT Inalum (Persero) membayar lunas saham mayoritas 51% yang sudah dinanti sejak lama tersebut.

Indonesia akhirnya menguasai 51,2% saham perusahaan tambang besar asal Amerika Serikat (AS) tersebut, dari sebelumnya hanya menguasai sebesar 9,36%. Inalum membayar US$ 3,85 miliar atau Rp 56 triliun untuk mengakuisisi 51% saham tersebut.

Capaian pemerintah dalam mengambil alih saham Freeport pun tak luput dari tanggapan banyak pihak, termasuk eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui blog pribadinya disway.id, Dahlan mengungkapkan sejumlah hal di balik keberhasilan pemerintah dalam mengakuisisi Freeport. Penasaran apa saja yang diungkap Dahlan? Simak berita lengkapnya.
Dahlan Iskan membeberkan peran sejumlah pemangku kebijakan yang membuat akuisisi Freeport Indonesia tersebut akhirnya terealisasi.

"Tentu, baiknya, saya juga mengirimkan ucapan selamat kepada pak SBY. Yang di zaman beliau menjadikan PT Inalum dikuasai 100 (100%) BUMN," tutur Dahlan, dikutip detikFinance dari blog pribadinya.

Kala itu, pemerintah mengakuisisi Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada 1 Novelber 2013. Pemerintah mengambil alih 58,87% saham NAA sekaligus menjadikan seutuhnya Inalum milik Indonesia.

Untuk mengakuisisi saham NAA, pemerintah menggelontorkan dana sebesar US$ 556,7 juta atau ada yang menyebut SU$ 558 juta. Angka ini lebih rendah dari harga yang ditawarkan NAA US$ 626 juta.

"Diambil alih dari Jepang. Dalam posisi perusahaan sangat jaya. Kondisi fisiknya prima. Operasionalnya istimewa. Dan tabungan uang kontannya banyak luar biasa," tambah Dahlan.

Keberhasilan SBY mengakuisisi 100% saham Inalum kala itu, dipandang Dahlan sebagai cikal bakal berhasilnya akuisisi Freeport saat ini.

Bagaimana tidak, Inalum yang saat ini menjadi Holding BUMN sektor pertambangan tersebut menjadi ujung tombak dalam aksi pengambil alihan saham Freeport.

"Ibarat 'kendaraan', Inalum sudah seperti Land Cruiser. Sanggup diajak menanjak tinggi. Sampai pegunungan Jayawijaya. Membeli Freeport di sana. Inalum yang seperti itu sangat dipercaya. Untuk mencari dana global sekali pun. Empat miliar dolar sekalipun. Untuk membeli saham mayoritas Freeport itu," papar dia.

Menurut Dahlan, setidaknya ada seorang tokoh kunci di balik keberhasilan itu. Yakni Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan.

"Tidak ada yang bisa melihatnya. Selama ini. Tidak juga saya (Dahlan Iskan). Hanya orang seperti Jonan yang berhasil mengintipnya. Yang justru menteri ESDM yang tidak ahli tambang itu. Lewat celah itulah negosiasi bisa mendapat jalannya," kata Dahlan.

Kejelian Jonan yang dimaksud Dahlan adalah kejelian melihat celah negosiasi yang membuat Freeport McMoRan asal Amerika Serikat (AS) akhirnya rela melepas 51% saham miliknya di PT Freeport Indonesia ke Pemerintah Indonesia lewat PT Inalum (Persero).

Dibantu 2 sosok lainnya yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Jonan menangani isu pajak dan pelanggaran lingkungan sebagai amunisi untuk bernegosiasi dengan Freeport.

Sebelum itu, kata Dahlan, tak ada orang yang cukup jeli seperti Jonan dalam melihat celah tersebut untuk melakukan negosiasi pengambil alihan saham perusahaan tambang di tanah Papua itu.

Akibatnya, tak ada yang berhasil mengambil alih saham Freeport sebelum akhirnya 'misi' ini dipercayakan pada Jonan.

"Sudah sejak kapan pun. Kita ingin Freeport dikuasai bangsa. Tapi selalu tersandung batu perjanjian yang tidak bisa dilanggar begitu saja. Kalau pun selama ini salah, itu karena tidak ada yang bermata sejeli Jonan. Dalam melihat celah tersembunyi itu," beber dia.

Lebih lanjut Dahlan mengatakan, ada hal penting yang perlu dicermati. menurutnya, keberhasilan tersebut juga tak lepas dari keandalan pejabat terkait yang diberi kepercayaan menjalankan 'misi' tersebut.

"Dalam proses Freeport ini memang luar biasa. Menteri ESDM-nya, Jonan (Ignasius Jonan), bukan ahli tambang. Dia justru orang keuangan. CEO Inalum-nya, yang cari uang, dari tehnik. Ia lulusan ITB. Budi Sadikin," kata Dahlan.

Keduanya, kata Dahlan, adalah sosok tepat yang dipercaya pemerintah. Karena menurutnya dua sosok tersebut bersih kepentingan.

"Mungkin saja pandangan mata itu seperti hati. Bisa memandang jauh. Kalau kondisinya (pejabatnya) bersih. Bersih mata. Bersih hati. Bersih kepentingan," tegas dia.

Sebenarnya, kata Dahlan, masih ada tantangan tersembunyi usai akuisisi tersebut. Pasalnya, ada porsi saham Freeport Indonesia sebesar 10% yang diserahkan ke pemerintah daerah.

Masalahnya bukan pada porsi 10% tersebut, namun lebih pada proses penyerahannya. Bila tak diawasi dengan baik, ada potensi pihak tak bertanggung jawab yang bakal masuk dan menyusup untuk mencari keuntungan dari porsi 10% saham untuk pemerintah daerah tersebut.

Apa lagi bila penyusup tersebut ternyata adalah pihak asing yang bila 10% itu tak jadi dikuasi Indonesia, maka tamatlah rencana menjadi RI menjadi pengendali tambang raksasa di tanah Papua itu.

"Sebenarnya, di Freeport itu, masih ada satu kekhawatiran saya. Di bidang partisipasi lokal yang 10%. Yang kelihatannya kecil. Tapi justru bahaya. Misalnya. Begitu yang kecil itu memihak ke sana (AS), selesailah. Dananya jadi mayoritas," bebernya.

Namun Dahlan tak terlalu khawatir bila melihat dua sosok yakni Jonan dan Budi Gunadi Sadikin yang mengawal proses tersebut.

"Jonan-Budi adalah orang pintar. Mengatasinya dengan skema yang berjenjang. Tentu masih akan ada keritik. Tapi saya tidak melihat yang lebih baik dari yang telah dilakukan ini," tegas Dahlan.

Hide Ads