Pak Jokowi, Warga Desa Terpencil di Sulsel Masih Kurang Listrik

Pak Jokowi, Warga Desa Terpencil di Sulsel Masih Kurang Listrik

Moehammad Bakrie - detikFinance
Jumat, 01 Feb 2019 18:04 WIB
Foto: Moehammad Bakrie
Maros - Sudah hampir 10 tahun warga desa di wilayah Maros, Sulawesi Selatan hidup dalam gelap. Padahal, wilayah tersebut sudah mendapat aliran listrik dari PT PLN (Persero). Sayangnya, aliran listrik ke Dusun Samata, Desa Limapeccoe, Kecamatan Cenrana ini belum terasa maksimal.

Karenanya, warga terpaksa masih harus menggunakan lampu pelita untuk membantu penerangan. Padahal, daya meteran listrik mereka paling minim 900 kWh.

"Sudah hampir 10 tahun kondisinya begini. Listrik tidak stabil. Jangankan untuk elektronik, lampu 7 watt saja kondisinya redup atau bahkan tak menyala. Di sini itu memang ada listrik, tapi kami tetap kegelapan saat malam," kata seorang warga, Mappiare saat ditemui beberapa waktu lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di kampung yang berjarak sekitar 5 kilometer dari jalan poros Camba itu, sudah terdapat 50an dari 100 rumah yang memasang listrik PLN. Namun, tak satupun rumah yang aliran listriknya normal. Bahkan, tak terhitung berapa banyak barang elektronik seperti televisi, radio dan kulkas rusak karena kondisi itu.

Ironisnya, meski mereka tidak mendapatkan pelayanan standar dari PLN, mereka pun harus membayar biaya, sama seperti pelanggan lain yang pasokan listriknya normal.

Listrik di desa terpencilListrik di desa terpencil Foto: Moehammad Bakrie


Mulai dari Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu setiap bulannya untuk pasca bayar. Sementara bagi pelanggan pra bayar, mereka memilih untuk tidak menghidupkan listriknya karena merasa dirugikan.

"Elektronik di sini tidak ada yang bertahan. Sementara kita membayar listrik sama dengan yang lain. Ada beberapa warga yang pakai listrik voucher itu, justru sengaja tidak hidupkan lagi listriknya karena merasa rugi," lanjutnya.

Dampak pasokan listrik yang tidak stabil itu, paling berat dirasakan bagi anak sekolah. Saat malam hari, mereka terpaksa belajar menggunakan bantuan pelita, lantaran cahaya bohlam, justru membuat penglihatan mereka sangat terganggu. Mereka pun lebih banyak yang belajar saat sore hari sebelum malam tiba.

"Kalau pakai lampu listrik malah mata jadi sakit karena hidup mati begitu. Untuk membaca atau menulis memang cahaya listrik tidak bisa dipakai melihat. Makanya kami pakai lampu minyak kalau terpaksa harus belajar malam. Tapi kalau tidak, lebih banyak belajar sore," kata seorang siswa kelas 4 SD, Muh Akil.

Kondisi ini, sudah berkali-kali disampaikan oleh warga ke pihak kepala dusun dan kepala desa setempat. Namun, hingga kini belum juga ada perbaikan dari petugas PLN. Warga berharap, pemerintah bisa serius menangani permasalahan warga yang telah lama mereka rasakan itu. Satu hal, agar anak-anak mereka bisa belajar lebih baik.

Listrik tak mengalir normalListrik tak mengalir normal Foto: Moehammad Bakrie


(fdl/fdl)

Hide Ads