Harga minyak terus anjlok. Seiring dengan rendahnya harga minyak, opsi menurunkan harga BBM pun mulai disuarakan.
Salah satunya oleh pengamat ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, dia menilai sudah saatnya harga BBM di Indonesia ikut turun sejalan dengan harga minyak dunia yang terus merosot.
Fahmi menilai dengan harga minyak yang sangat rendah, bahkan di bawah US$ 30 per barel, pemerintah dan juga Pertamina punya kesempatan untuk menurunkan harga minyak. Terlebih lagi rendahnya harga minyak sudah berlangsung dalam jangka waktu lama.
"Saya kira kan ini harga minyak sudah rendah sekali di bawah US$ 30 (per barel), dan itu sudah berlangsung sejak lama. Mestinya di harga yang rendah ini kesempatan bagi pemerintah dan Pertamina menurunkan harga BBM, khususnya untuk non subsidi," kata Fahmy ketika dihubungi detikcom, Senin (23/3/2020).
Fahmy menegaskan harga BBM khususnya yang non subsidi, harus segera turun. Karena perhitungan harganya dilakukan dengan mekanisme pasar, artinya kalau harga minyak dunia turun maka harusnya BBM juga turun.
"Itu harus segera diturunkan. Karena penetapan harga BBM non subisidi kan dasarnya mekanisme pasar ya. Kalau harga (minyak) naik, ya harga BBM naik, sehingga mestinya sekarang ini mesti diturunkan harga BBM," jelas Fahmy.
Lebih jauh lagi, Fahmy mengatakan dengan menurunkan harga BBM, pemerintah bisa menjaga pertumbuhan ekonomi. Pasalnya dengan penurunan BBM, dia bilang dapat menaikan daya beli masyarakat yang berujung pada meningkatnya konsumsi.
Indonesia sendiri menurutnya sejauh ini masih mengandalkan kegiatan perekonomian dari konsumsi dalam negeri. Maka Fahmy menyimpulkan dengan konsumsi yang terjaga karena murahnya harga BBM dapat menjaga pertumbuhan ekonomi
"Ada kepentingan lebih besar dalam hal ini, yaitu pertumbuhan ekonomi. Penurunan harga BBM, itu sangat signifikan naikan daya beli rakyat, lalu daya beli maka naik juga konsumsinya dan akan berikan kontribusi ke pertumbuhan ekonomi," kata Fahmy.
"Kan terbesarnya kita saat ini konsumsi dalam negeri kan, ini saatnya perbaiki sektor makro tadi," pungkasnya.
Dia menyebutkan pemerintah punya kesempatan hingga bulan Juni untuk menurunkan harga BBM. Alasannya adalah rediksinya karena harga minyak diprediksi akan kembali melonjak di bulan Juni. Fahmy menilai permintaan minyak mentah akan meningkat kembali di bulan Juni, pada saat itu lah harga minyak akan kembali melonjak.
Fahmi beralasan di bulan Juni, virus corona yang melemahkan permintaan minyak mentah akan bisa diatasi oleh berbagai negara di dunia.
"Saya memperkirakan awal Juni ya bisa naik lagi. Karena April dan Mei saya kira corona masih mewabah, kalau sudah membaik itu bisa naik lagi permintaannya. Saya kira ini adalah kesempatan pemerintah dan Pertamina sampai Juni kalau mau menurunkan harga BBM," kata Fahmy.
Fahmy kemudian mengatakan bahwa faktor penurunan harga minyak dunia adalah wabah pandemi corona yang membuat permintaan minyak merosot. Karena permintaan merosot harga pun menjadi murah karena pasokan minyak berlebihan di pasar.
Ditambah lagi perang harga antara Rusia dan Arab Saudi sebagai dua negara eksportir minyak besar dunia. Keduanya saling mematok harga murah untuk bersaing di pasar minyak dunia.
"Corona jadi penyebab terbesarnya karena menurunkan permintaan harga minyak, jadi pasokannya berlebih. Selanjutnya ada perang harga Rusia dan Arab Saudi itu menyebabkan harga cukup drastis anjlok," ungkap Fahmy.
Opsi penurunan harga BBM sudah disuarakan, lalu apakah pemerintah dan Pertamina mau menurunkan harga?
Simak Video "Video: Harga Minyak Dunia Diprediksi Meroket Usai AS Serang Iran"
[Gambas:Video 20detik]