Endang mengatakan, pemerintah terus melakukan pemantauan untuk melakukan kebijakan antisipatif termasuk pengendalian defisit, salah satunya melalui evaluasi atas belanja non-produktif, dan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menjaga kesinambungan fiskal dan pertumbuhan ekonomi.
Perpres Nomor 54 Tahun 2020 merupakan aturan turunan yang melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Covid-19 serta menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional serta sistem keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020, pemerintah melebarkan defisit anggaran menjadi Rp 852,9 triliun atau setara 5,07% terhadap PDB dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76% dari PDB.
Pelebaran defisit dikarenakan pemerintah mengubah target penerimaan negara menjadi Rp 1.760,9 triliun dari sebelumnya Rp 2.233,2 triliun. Target itu terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.462,6 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 297,8 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp 500 miliar.
Di satu sisi, dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 ini juga pemerintah mengubah target belanja negara menjadi Rp 2.613,8 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 2.540,4 triliun. Anggaran belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.596 triliun dan TKDD sebesar Rp 762,7 triliun. Pemerintah juga menambah pos belanja khusus untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp 255,1 triliun.
Simak Video "Sri Mulyani: Defisit APBN Masih Terkendali"
[Gambas:Video 20detik]
(hek/ara)