Harga Minyak Naik Rp 1,12 Juta/Barel dalam 7 Minggu

Harga Minyak Naik Rp 1,12 Juta/Barel dalam 7 Minggu

Soraya Novika - detikFinance
Rabu, 10 Jun 2020 11:15 WIB
Harga Minyak Mentah AS Di Bawah Nol, Pembeli Tidak Bayar Malah Ditawari Uang
Foto: DW (News)
Jakarta -

Harga minyak mentah AS naik hingga US$ 40/barel setara Rp 560.000 (kurs Rp 14.000/US$) selama sepekan ini. Angka itu menunjukkan lonjakan harga hingga US$ 80/barel setara Rp 1,12 juta dibanding level 7 minggu lalu yang sempat berada di titik terendah yakni minus US$ 40,32/barel.

Sementara itu, minyak mentah Brent, yang merupakan harga patokan dunia, juga naik dua kali lipat sejak pertengahan April 2020 lalu.

Pemulihan harga minyak dunia yang luar biasa ini didorong oleh optimisme pasar terhadap pelonggaran pembatasan sosial yang sudah diterapkan di berbagai negara. Selain itu, didukung pula oleh sikap koordinatif para negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan sekutu-sekutunya yang kompak memangkas produksi minyak mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, ada kekhawatiran yang meningkat dari pemulihan harga minyak tersebut. Pemulihannya dinilai terlalu bagus padahal permintaan akan minyak belum naik secara signifikan dan dalam waktu dekat juga diramal landai. Ditambah lagi adanya ancaman gelombang kedua pandemi virus Corona yang sangat mungkin terjadi.

Para analis percaya, bahwa untuk memulihkan harga minyak sebenarnya butuh waktu yang lama, dan ini bukan sekadar omong kosong. JBC Energy Group memperingatkan bahwa harga minyak akan membutuhkan upaya lebih demi mempertahankan level saat ini.

ADVERTISEMENT

Bank investasi global Goldman Sachs juga memperingatkan hal serupa. Goldman Sachs menilai fundamental pasar minyak bakal berbalik bearish diikuti harga yang kemungkinan ikut anjlok dalam beberapa minggu ke depan.

Goldman Sachs memperkirakan harga minyak AS rata-rata akan turun menjadi hanya US$ 34/barel hingga kuartal III-2020. Namun, prediksi ini bergantung pada upaya OPEC untuk menghidupkan kembali pasar minyak dari keruntuhan historis sebelumnya.

Akhir pekan lalu, semua negara anggota OPEC, kecuali satu negara sekutunya mencapai kesepakatan untuk memperpanjang rekor pengurangan produksi minyak hingga Juli 2020.

Selain itu, kelompok ini mencapai komitmen baru untuk mematuhi kuota dari negara-negara seperti Irak dan Nigeria yang tidak melakukannya. Perjanjian tersebut menggarisbawahi hubungan yang meningkat secara dramatis dalam OPEC+ setelah perang harga epik antara Arab Saudi dan Rusia.

"Rusia dan Arab Saudi tidak saling serang. Mereka bergandengan tangan," kata Presiden perusahaan konsultan Rapidan Energy Group, Bob McNally dikutip dari CNN Business, Rabu (10/6/2020).



Simak Video "Video: Harga Minyak Dunia Diprediksi Meroket Usai AS Serang Iran"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads