Rapat antara Komisi VII dengan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin berlangsung cukup panas. Sebab, salah satu anggota dari Fraksi PKB Marthen Douw menggebrak meja.
Awal mula aksi gebrak meja ini bermula dari Wakil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Jenpino Ngabdi saat memberikan paparan terkait progres pembangunan smelter. Jenpino mewakili Presiden Direktur PTFI Tony Wenas yang tak sempat hadir.
Dalam paparannya, Jenpino mengatakan progres pembangunan smelter di bawah target karena pandemi Corona. Ia juga meminta agar pembangunan mundur dari target menjadi tahun 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada rapat tersebut, pihak PTFI rupanya belum memberikan bahan paparan kepada anggota sehingga sempat diingatkan oleh Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno.
"Sedianya dalam setiap RDP yang undangannya sudah kita kirimkan dan terima secara resmi bahan presentasi sudah tiba kami 3 hari sebelum pelaksanaan RDP. Jadi ini mohon dijadikan perhatian serius ke depannya karena Freeport bukan pertama kali melakukan RDP dengan kita," katanya di Komisi VII DPR Jakarta, Kamis (26/8/2020).
Setelah itu, Eddy memberi kesempatan kepada anggota lain untuk pendalaman. Syafruddin Maming, anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP mengkritik langkah yang diminta Freeport. Ia pun meminta penjelasan terkait kendala pembangunan ini.
"Saya kurang sreg dengan Freeport bahwasanya smelter minta ditunda 2024 saya mohon jelaskan kami-kami yang di Komisi VII apa kendalanya pembangunan smelter ini," terangnya.
Wakil Ketua Komisi VII Ramson Siagian meminta agar rapat dengan Freeport dijadwalkan ulang. Ia juga ingin mendalami utang yang bertambah besar.
"Saya usulkan kita jadwalkan kita masih ada waktu 8 hari kerja yang belum terjadwal agenda rapat. Kita jadwalkan MIND ID lengkap dengan Freeport termasuk utang tambah besar," ujarnya.
Marthen kemudian mendapat giliran. Ia menekankan, rapat ini bukanlah untuk main-main. Ia juga meminta agar pemerintah daerah turut dihadirkan.
"Ini serius pak, kalau bisa masukan kepada pimpinan nanti sekalian pemerintah Papua hadirkan terus dari Freeport dan kami Komisi VII karena ini bukan hal main-main, kita serius lah. Kita bicara buang-buang waktu. Waktu berjalan terus," ungkapnya.
Aksi gebrak meja terjadi saat Marthen mendapat kesempatan bicara untuk kedua kalinya. Ia mengaku marah dan meminta agar pimpinan rapat menjadwalkan ulang rapat dengan holding tambang BUMN MIND ID dan PTFI.
"Ini ada satu perumpamaan misalnya rambutan di rumah saya terus dipanen tetangga saya marah tidak? Marah. Sama pula seperti Freeport dan Inalum ini pimpinan mohon jadwalkan, saya sakit, tolong betul hormat pimpinan jadwal ulang untuk hal ini," katanya.
Dirinya juga mengaku sedih melihat kondisi Papua. Sebab, angka kemiskinan di Papua yang paling tinggi.
"Data kemiskinan yang paling miskin Papua, pedih sungguh mati, Tuhan saya pedih, sakit. Saya punya rambutan kok dipanen orang itu kan nggak boleh tapi tolong pimpinan pemerintah Papua, Papua Barat juga dihadirkan," ujarnya.
Nadanya pun kemudian meninggi hingga menggebrak meja. Sebagai wakil rakyat, dirinya mengaku sakit hati.
"Sakit saya DPR dewan perwakilan, wakilnya rakyat Papua ,Indonesia, Indonesia Sabang sampai Merakue. Tapi sabar dulu mau yang lain, rumah saya belum aman baru saya keluar," ungkapnya.
(acd/eds)