Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi buka-bukaan soal upaya pihaknya dalam mengolah komoditas rare earth alias tanah jarang. Komoditas tambang satu ini sering disebut sebagai 'harta karun' Indonesia.
Ia menjelaskan saat ini pihaknya sedang melakukan pengembangan rare earth dengan membuat pabrik di Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Di pabrik itu sejak 5 tahun lalu pihaknya memisahkan monasit.
"Mengenai rare earth, kami hari ini masih usaha kembangkan program rare earth. PT Timah sudah memiliki pabrik uji coba pilot project plant rare earth di Bangka Barat. Sejak 5 tahun kami sudah bisa pisahkan monasit, mineral ikutan biji timah, untuk jadi mineral individu," ujar Mochtar dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (29/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sudah bisa memisahkan monasit, dia mengatakan pihaknya belum bisa membuat tingkat kemurnian yang cocok untuk dikomersilkan.
"Tapi memang tingkat kemurniannya untuk komersial belum bisa dengan volume tersebut," ujar Mochtar.
Yang jelas hingga kini PT Timah terus mencari teknologi pengelolaan rare earth. Salah satunya juga untuk menghitung berapa banyak cadangan rare earth.
"Kami masih mencari teknologi pengelolaan rare earth, kan staging ada 4 ini. Mulai dari pemecahan, terus individual, jadi rare earth metal, dan terakhir jadi alloy. Ini lagi lihat tahapan mana kita akan bisa masuk," kata Mochtar.
"Di samping itu, kami juga sedang revaluasi jumlah cadangannya," tambahnya.
Sebelumnya, ia mendapatkan pertanyaan dari anggota Komisi VI DPR RI Mukhtarudin soal rare earth. Dia meminta agar PT Timah menjelaskan sudah sampai mana pengelolaan rare earth di Indonesia.
"Masalah harta karun yang kita miliki berupa mineral rare earth. Prospek pengelolaannya gimana ini ke depan, progresnya seperti apa ke depan? Ini katanya ada juga potensi di Kalimantan Tengah," ungkap Mukhtarudin.
"Mohon diperhatikan khusus sebelum dilempar ke luar negeri," tegasnya.
(ara/ara)