Fakta Seputar Nuklir Diusulkan Masuk RUU Energi Terbarukan

Fakta Seputar Nuklir Diusulkan Masuk RUU Energi Terbarukan

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 26 Nov 2020 07:00 WIB
Ironi Limbah Nuklir dalam Pembangkit Listrik
Ilustrasi/Foto: DW (News)
Jakarta -

Energi nuklir diusulkan untuk masuk dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT). Ketua Asosiasi Profesi Nuklir Indonesia (Apronuki) Besar Winarto berharap, nuklir diatur dalam dua aspek Undang-undang yakni aspek promosi dan keselamatan.

"Nuklir itu kalau bisa dibentuk dalam dua aspek UU-nya. Aspek promosi dan pengawasan seperti di Korea ada satu UU aspek keselamatan, dan 5 UU aspek promosi," katanya dalam rapat dengan Komisi VII, Rabu (25/11/2020).

"Di Indonesia sendiri mungkin salah satu dari kelima yang muncul pertama RUU EBT nuklir dari segi aspek promosi tapi UU aspek pengawasannya tetap yang masuk Prolegnas itu. Karena di situ titik beratnya ke safety, securty dan safeguard. Itu tidak menekankan ketataniagaan atau bisnis atau pengembangan secara komersial," paparnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam paparannya, Besar menjelaskan, saat ini ada 450 pembangkit nuklir di dunia. Pembangkit tersebut menyumbang 11% listrik dunia.

"Pada saat ini 450 pembangkit nuklir dunia di 30 negara sejak 50 tahun lalu menyumbang 11% listrik dunia tanpa mengisi CO2," ujarnya,

ADVERTISEMENT

Dia bilang, setiap tahun pembangkit itu mengurangi CO2 hingga 2 giga ton.

"Ini setiap tahun meniadakan 2 giga ton CO2 atau 400 juta mobil di jalan raya. Jadi betapa memberikan kontribusi sangat signifikan saat kita ingin mencapai COP21," katanya.

Usulan PLN di RUU EBT

Direktur Mega Proyek PT PLN (Persero) M Ikhsan Asaad memberikan masukan yang mencakup perizinan hingga masalah harga dalam RUU EBT. Soal perizinan, ia mengusulkan agar badan usaha diberikan kemudahan perizinan secara menyeluruh oleh pemerintah pusat dan/atau daerah tidak hanya pengurusan perizinan di tahap awal tetapi juga tahap konstruksi sampai dengan masa pengusahaan.

Kemudian, RUU EBT diharapkan juga mengatur atas kewajiban pemerintah mendukung penyediaan EBT melalui penyediaan sarana dan prasarana. Menurutnya, perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana guna memberikan dasar hukum penyediaan dana melalui APBN/APBD.

"Salah satu kendala kami mengembangkan EBT ketersediaan lahan ini mungkin nanti perlu dibantu sehingga diberikan kemudahan, diberikan akses yang lebih luas bagaimana menggunakan lahan untuk misalkan pengembangan PLTS," katanya.

Soal harga, dia mengusulkan agar penetapan harga EBT ditetapkan dengan memperhatikan nilai keekonomian berkeadilan baik untuk badan usaha sebagai pengembang maupun untuk keberlangsungan penyelenggaraan ketenagalistrikan oleh perusahaan listrik negara.

Kebijakan dan jenis feed in tariff harus dikaji secara mendalam lingkup efektivitas dan tujuannya untuk pengembangan EBT serta tidak membebani keuangan negara.

"Penetapan harga EBT melalui mekanisme harga patokan tertinggi ataupun harga kesepakatan, atau B to B," ujarnya.


Hide Ads