Keputusan penghapusan FABA dari daftar limbah B3 ditentang, salah satunya oleh LSM Indonesia Center for Environmental Law (ICEL). Dalam keterangan tertulisnya, ICEL menilai penghapusan abu batu bara dalam daftar limbah B3 bisa memicu pencemaran sampai mengancam kesehatan warga yang tinggal dekat dengan pabrik yang tidak mengelola FABA. ICEL pun mendorong pemerintah membatalkan pelonggaran aturan pengolahan limbah tadi.
Hendra menolak anggapan itu. Menurutnya, apapun limbah tentu ada dampaknya, namun perlu ada uji karakteristik abu batu bara untuk mengukur seberapa besar dampak bahaya dari jenis limbah itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu semua limbah apapun yang dihasilkan pasti ada dampaknya bukan limbah tambang saja, limbah di sungai, limbah rumah tangga pun juga, bahkan masker yang kita pakai juga, cuma kalau bicara mengenai FABA dan limbah-limbah tambang harus ada ujinya dulu, uji toksikologinya," ujar Hendra.
Menurut Hendra, sebelumnya APINDO pernah mengeluarkan rilis yang menunjukkan hasil uji terhadap FABA.
Dari hasil uji karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif, uji toksikologi Lethal Dose-50 (LD50), serta Toxicity Leaching Procedure (TCLP) dari beberapa uji petik kegiatan industri menunjukkan bahwa abu batu bara masih memenuhi mutu/ambang batas persyaratan yang tercantum dalam PP No. 101 Tahun 2014, sehingga seharusnya, FABA dikategorikan sebagai limbah non-B3, seperti halnya di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, China, India, Jepang, dan Vietnam.
"Menurut best practice itu di beberapa negara, Jepang, Amerika bahkan di Vietnam pun juga itu FABA itu sudah tidak dikategorikan limbah B3 dan sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan jalan, campuran semen, jembatan, timbunan reklamasi, dan lain-lain," katanya.
Kuncinya, menurut Hendra adalah pengolahan abu batu bara dengan maksimal. Bila perusahaan dan negara bisa memanfaatkan limbah itu dengan baik, maka yang ditakutkan masyarakat yaitu abu batu bara bakal bertebaran lebih banyak dari sebelumnya, tidak akan terjadi.
"Orang kan menganggap ini debu batu bara berterbangan ke mana-mana, itu kan kalau bisa dimanfaatkan tidak akan begitu, dan perusahaan-perusahaan juga punya standar pengelolaan limbah," timpalnya.
(ara/ara)