Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melakukan audiensi dengan Universitas Sriwijaya (Unsri) untuk menindaklanjuti MoU soal kebutuhan Migas di Sumsel. Tercatat ada 6 usulan atau poin pembicaraan utama yang dalam audiensi tersebut yang meliputi kajian jargas hingga volume penyaluran BBM di Sumsel.
Poin audiensi tersebut membahas mengenai perjanjian kerja sama serta beberapa kegiatan lain seperti sosialisasi, kajian akademik dan seminar di bidang hilir minyak dan gas. Pertama, kajian jargas Rumah Tangga-2 (RT-2) dan Pelanggan Kecil-2 (PK-2) di wilayah Sumsel. Kedua, kajian pengusahaan dan implementasi LNG pada kereta Babaranjang PT KAI.
Ketiga, kajian pengaturan dan pengawasan implementasi BBM 1 Harga, Sub Penyalur dan Penyalur Mini. Keempat, PKL/Magang program kampus merdeka mahasiswa Unsri. Kelima, kajian sosio legal pengolahan BBM ilegal di wilayah Sumsel (Musi Banyuasin). Keenam, kajian PNBP dan PBBKB terkait volume penyaluran BBM dan Gas Bumi melalui pipa di wilayah Sumsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyampaikan bahwa 6 usulan BPH Migas tersebut bisa ditambah. Misalnya, terkait kajian jargas Rumah Tangga-2 (RT-2) dan Pelanggan Kecil-2 (PK-2) di wilayah Sumsel.
"Ada peluang di Sumsel untuk mall, real estate bisa RT-2 dan PK-2, satu-satunya BUMD yang bisa mengelola jargas adalah di Palembang, dengan skema pola investasi tidak perlu memakai APBN," ujan Ifan, sapaan akrabnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3/2021)
Menurutnya, jika Prabumulih 95% sudah pakai jargas, tentu Palembang juga bisa. Hal itu penting agar LPG yang 70% impor bisa dikurangi, beralih ke LNG punya sendiri. Terlebih, sudah ada dasar Perpres 06 tahun 2019, jadi sudah terbuka peluang pola investasi.
"Jika perlu adakan sosialisasi lagi, bisa diundang Kadin, REI, HIPMI, BUMD, perbankan untuk membuat jargas," jelasnya
Begitu juga untuk poin yang ke-2, kata dia, kajian pengusahaan dan implementasi LNG pada kereta Babaranjang PT KAI. Menurutnya, Babaranjang paling besar menggunakan BBM subsidi padahal ekspor, karena itu penting mengganti ke LNG, dengan membangun storage di Kertapati, serta bila perlu ada komparasi sehingga terukur.
Selanjutnya poin ke-3, kajian pengaturan dan pengawasan implementasi BBM 1 Harga Sub Penyalur dan Mini SPBU, misalnya kebutuhan di kampus juga seluruh Kabupaten /Kota, Kecamatan dan Desa perhitungan kebutuhan sampai dengan 5 tahun ke depan di Sumsel.
Lebih lanjut poin 4, kata dia, PKL atau magang program kampus merdeka mahasiswa Unsri ataupun kampus lain dapat diusulkan misalnya PKL di MOR, Depot, SPBU, Pertashop, PT Bukit Asam dan lain-lain.
Selanjutnya yang ke-5 terkait kajian sosio-legal pengolahan BBM ilegal di wilayah Sumsel, seperti apa bentuknya. Sebab, di sini banyak sumur tua yang kualitas tidak standar, sehingga mungkin perlu dikelola BUMD dan distandarisasi agar tidak merusak kendaraan.
Terakhir yang ke 6, kajian PNBP dan PBBKB terkait volume penyaluran BBM dan Gas Bumi melalui pipa di wilayah Sumsel, untuk peningkatan pajak penjualan BBM non subsidi 7,5 % untuk wilayah, sebab pemda provinsi tidak punya data volume sehingga selalu minta data ke BPH Migas, apa perlu digitalisasi. BPH Migas sudah ada MoU dengan PT Telkom.
Sementara itu, Rektor Unsri Anis Saggaff menyampaikan bahwa secara prinsip menyetujui 6 agenda tersebut dengan tambahan pada poin 4 bukan hanya soal magang.
"Saya meminta kesediaan Kepala BPH Migas ataupun tenaga ahlinya untuk menjadi dosen, setidaknya waktu tertentu diperlukan di Unsri, bisa dalam bentuk Stadium General," ungkapnya.
Diketahui, sebelumnya, pada tanggal 06 Oktober 2020 Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Universitas Sriwijaya Palembang, Sumatera Selatan.
MoU yang berlaku 5 tahun berisi lingkup Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Bidang Hilir Minyak dan Gas Bumi yang ditandatangani oleh Kepala BPH Migas M, Fanshurullah Asa dan Rektor Unsri Anis Saggaff.
(ncm/hns)