Kehadiran digitalisasi teknologi dan pemanfaatan energi bersih diyakini pemerintah sebagai salah satu faktor pendorong transisi energi terutama dalam menjaga stabilitas sistem kelistrikan dan mengakomodir peningkatan variabel energi bersih.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, digitalisasi teknologi dan modernisasi infrastruktur kelistrikan itu dapat dilakukan melalui pendekatan internet of things (loT) dengan memanfaatkan jaringan listrik cerdas (smart grid).
"Smart grid ini memungkinkan adanya komunikasi antara supply dan demand listrik," ujar Ego dalam keterangan tertulis, Rabu (7/7/2021). Hal ini dia ungkapkan saat mewakili Menteri ESDM Arifin Tasrif pada acara Ulang Tahun Ke-6 Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) di Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan penguasaan teknologi dan Engineering Procurement Construction (EPC) jaringan listrik merupakan hal penting untuk menjadi infrastruktur utama dalam mengakomodasi volatilitas operasional Variabel Renewable Energy (VRE).
"Kedua hal ini sudah dikuasi PJCI. Semoga (sumbangsih) ini mendorong keberhasilan transisi energi dan pengembangan smart grid di Indonesia," harapnya.
Ego menjelaskan implementasi smart grid telah masuk sebagai program dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Saat ini sudah terdapat lima lokasi pengembangan smart grid yang telah dilakukan di Sistem Jawa Bali.
Adapun lima lokasi itu adalah Advance Metering Infrastructure (AMI) untuk pelanggan PLN di Jakarta, Digital Substation Sepatan II, Digital Substation Teluk Naga II, Reliability Efficiency Optimization Center (REOC) pada sistem milik Indonesia Power, serta Remote Engineering, Monitoring, Diagnostic and Optimization Center (REMDOC) pada sistem milik PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Kementerian ESDM merespon wacana Super Grid Nusantara menghubungkan jaringan listrik antarpulau besar serta Papua, Maluku dan Nusa Tenggara dinilai sebagai solusi potensial guna meningkatkan pengembangan energi terbarukan dengan tetap menjaga kestabilan dan keamanan sistem kelistrikan.
"Dengan adanya super grid memungkinkan setiap wilayah untuk mengimpor dan mengekspor pasokan listrik di saat adanya krisis kekurangan dan kelebihan energi berbasis EBT," ungkapnya.
Diketahui, dalam rangka meningkatkan investasi EBT, Ego mengatakan bahwa pemerintah telah memberikan insentif fiskal dan non-fiskal seperti tax allowance, fasilitasi bea masuk, serta tax holiday.
"Kami terus berusaha untuk dapat memberikan bentuk-bentuk insentif dan instrumen keuangan baru dalam meningkatkan minat para investor," jelasnya.
Menurut Ego, untuk mencapai target-target dalam pembangunan EBT itu membutuhkan regulasi yang dapat memberikan kepastian dan keamanan berusaha. Pemerintah sendiri telah membuat Rancangan Peraturan Presiden terkait harga pembelian tenaga listrik EBT dan perbaikan peraturan Menteri ESDM terkait PLTS Atap, serta terus mendorong penyelesaian Rancangan Undang-Undang EBT.
(ega/dna)