Sejumlah negara besar tengah menghadapi krisis energi. Penyebabnya pun berbagai macam, rata-rata terjadi sejak awal pandemi COVID-19. Pasokan listrik dan gas kini langka, hingga menyebabkan harga listrik menjulang tinggi.
Dari catatan detikcom, ada deretan negara yang tertimpa krisis energi. Berikut daftarnya:
Inggris
Inggris dilanda krisis energi karena negara itu memisahkan diri dari Uni Eropa atau disebut Brexit. Keputusan Brexit ini disebut tidak mempertimbangkan banyak hal seperti energi dan tenaga kerja. Setelah Brexit, pemerintah Inggris memang mengurangi jumlah unskilled labor atau pekerja tidak terampil masuk ke Inggris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi, sejak Brexit Inggris diperkirakan mengalami kekurangan sopir truk dari 60.000 sampai 100.000 sopir. Sopir truk itu untuk mengangkut barang berat termasuk BBM. Keadaan diperparah dengan pandemi, sekitar 25.000 pekerja disebut tidak kembali ke Inggris.
"Pandemi telah memotivasi pengemudi HGV UE untuk kembali ke negara asal mereka (UE), dan beberapa pengemudi Inggris yang sudah tua mengambil pensiun dini," kata laporan Driver Require.
Karena timbulnya kepanikan di masyarakat dan menyebabkan antrean yang mengular di pom bensin. Pemerintah sampai mengerahkan para tentara untuk melakukan pengiriman bahan bakar minyak (BBM). Mereka dikerahkan menyusul aksi panic buying bensin yang terjadi di beberapa wilayah di Inggris.
Melansir CNBC, sebanyak 200 personel militer Inggris akan dikerahkan sebagai bagian dari Operasi Escalin. Operasi itu merupakan strategi yang dirancang oleh pemerintah Inggris untuk membantu meringankan kendala pasokan bahan bakar yang disebabkan oleh kekurangan pengemudi truk.
China
Krisis energi listrik di China terjadi karena berbagai faktor, mulai dari kondisi pasca-pandemi hingga dorongan nasional untuk mengurangi emisi karbon. Akibatnya ratusan tambang batu bara tutup atau memangkas produksi awal tahun ini.
Dibatasinya kiriman batu bara dari Australia hingga faktor cuaca juga turut memperburuk krisis energi di sana. Hujan deras yang sebelumnya terjadi di Provinsi Shanxi dan Shaanxi menghambat produksi batu bara. Apalagi, dua provinsi tersebut merupakan pusat penambangan utama yang menyumbang hampir setengah dari total produksi batu bara di China.
Analis Citi dalam laporannya mengatakan krisis energi ini akan berlanjut hingga musim dingin. "Kami memperkirakan krisis batu bara dan pasokan listrik China akan berlanjut hingga musim dingin," tulisnya.
Dia menambahkan, masalah tersebut akan meningkatkan risiko terhadap kondisi ekonomi China dan global selama musim dingin mendatang, hingga mendorong harga energi lebih tinggi.
Negara apalagi? Klik halaman berikutnya.
India
Krisis energi juga menimpa India. Pasalnya pemerintah pusat India telah mendapatkan peringatan akan adanya potensi kekurangan batu bara termasuk di Ibu Kota India, New Delhi. Hal itu didorong oleh meningkatnya permintaan global namun tidak dibarengi dengan produksi yang cukup.
Stok batu bara di sebagian besar pembangkit listrik India telah turun ke tingkat yang sangat rendah. Central Electricity Authority (CEA) mencatat ada sebanyak 61 dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara di India memiliki pasokan batubara hanya dua hari, atau kurang. Stok batubara di 16 pembangkit listrik diantaranya telah turun ke nol.
Total stok bahan bakar di pembangkit listrik tenaga batu bara sekitar 7,2 juta metrik ton, diperkirakan cukup untuk empat hari, menurut data Kementerian Batubara. Badan tersebut menambahkan bahwa raksasa pertambangan milik pemerintah, Coal India memiliki stok lebih dari 40 juta metrik ton.
Uni Eropa
Uni Eropa dilanda krisis energi karena lonjakan harga gas dan listrik. Lonjakan harga itu didorong langkanya stok energi gas dan listrik menjelang musim dingin di Eropa. Jutaan orang UE pun diprediksi tidak mampu membuat rumah mereka hangat saat musim dingin tiba nantinya.
Penelitian terbaru yang dipimpin oleh profesor di Universitas Manchester Stefan Bouzarovski dengan ketua jaringan penelitian kemiskinan energi Engager, menemukan bahwa saat ini 80 juta rumah tangga di Eropa berupaya menjaga rumah mereka cukup hangat sebelum pandemi.
Artinya, sekarang dengan adanya pandemi dan kenaikan harga membuat lebih banyak rumah tangga terancam terputus jaringan listrik dan gas karena tidak dapat membayar tagihan.
Guna mengatasi permasalahan ini, para ahli dan juru kampanye berpendapat kalau Uni Eropa harus membuat undang-undang larangan pemasok memutuskan rumah tangga dari sumber energi mereka dapat menjadi solusi jangka pendek.
Tetapi mereka memperingatkan bahwa hanya mengurangi ketergantungan pada gas dan memperkenalkan lebih banyak energi terbarukan ke dalam bauran energi dapat menjinakkan lonjakan harga dalam jangka panjang.
(fdl/fdl)