Masa Depan Industri Minyak, Tetap Eksis atau Akan Punah?

Masa Depan Industri Minyak, Tetap Eksis atau Akan Punah?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 01 Nov 2021 09:21 WIB
Harga Minyak Anjlok
Ilustrasi/Foto: Reuters
Jakarta -

Negara-negara di Eropa bergerak menjauhi bahan bakar minyak. Orang-orang yang mendapatkan kekayaan dari minuak mulai menyusun rencana baru.

Mengutip CNN, Senin (1/11/2021), salah satu 'ladang minyak' di Eropa adalah kawasan Aberdeen, sebuah kota pelabuhan di pantai timur laut Skotlandia. Selama ini Aberdeen berfungsi sebagai pintu gerbang komersial ke Laut Utara.

Di Laut Utara itu lah perusahaan-perusahaan besar telah menavigasi perairan yang dalam dan berbahaya untuk mengekstraksi puluhan miliar barel minyak mentah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kenyataannya, komoditas minyak sudah tak seperti dulu. Produksi telah menurun sejak pergantian abad. Penurunan ini juga disebabkan oleh guncangan harga yang berdampak ke keuntungan perusahaan.

Saat ini pimpinan negara-negara di dunia akan melakukan KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia yang kemungkinan akan membahas soal penggunaan energi baru terbarukan (EBT). PBB dan para ilmuwan pun telah menyampaikan pesan yang jelas bahwa dunia perlu segera mengurangi produksi bahan bakar fosil untuk mempertahankan planet yang layak huni.

ADVERTISEMENT

Perhatian kini difokuskan pada produsen energi besar seperti Arab Saudi, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) serta konsumen top seperti China dan India.

Tetapi Laut Utara Inggris tak kalah mengambil perhatian. Pembahasan soal Laut Utara Inggris juga akan menjadi fokus pembicaraan. Bukan cuma karena kedekatannya dengan Glasgow, tetapi juga karena upaya besar untuk merombak model bisnis kawasan secara dramatis.

Beberapa gerakan baru muncul dan berkembang di Aberdeen yang membuat wilayah tersebut siap memimpin transisi minyak sebagai energi. Salah satu gerakan yang dilakukan adalah membangun ladang angin terapung yang memanfaatkan kekuatan angin untuk membangkitkan listrik.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Tonton juga Video: Sepekan Harga Minyak Goreng Curah-Kemasan Alami Kenaikan di Purwakarta

[Gambas:Video 20detik]



Tetapi belum jelas apakah Laut Utara dapat berhasil melepaskan diri dari akar minyaknya dan menjadi model bagi seluruh dunia. Pasalnya, perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut bertekad untuk tetap melakukan pengeboran.

Mereka mengatakan bahwa uang dari minyak dan gas sangat penting untuk mendanai investasi energi baru terbarukan. Perusahaan-perusahaan ini menekankan bahwa Inggris masih membutuhkan bahan bakar fosil untuk memanaskan rumah dan menjaga lampu tetap menyala selama bertahun-tahun yang akan datang.

Laut Utara Inggris menyumbang sebagian kecil dari produksi minyak dan gas global, tetapi tetap menjadi pusat investasi bagi perusahaan minyak domestik dan internasional di Inggris.

Saat ini pasokan minyak di sana mendekati akhir siklus hidupnya. Menurut regulator minyak dan gas di Inggris hanya ada sisa 4,4 miliar barel setara minyak.

Diperkirakan US$ 534 miliar telah diinvestasikan di lepas pantai Inggris Raya selama 50 tahun terakhir, dan dalam lima tahun ke depan perusahaan dapat berkomitmen lagi US$ 29 miliar.

Dalam sebuah laporan awal bulan ini, bila negara-negara memenuhi janji iklim saat ini dan membatasi pemanasan global hingga 2,1 derajat Celcius, maka permintaan bahan bakar fosil akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2025. Meski begitu, dunia masih akan mengkonsumsi 75 juta barel minyak per hari pada tahun 2050.

Perusahaan migas seperti Shell mengatakan dunia dapat melakukan pengurangan emisi karbon bila ada perubahan mendasar dalam permintaannya. Hal itu terjadi apabila ada pengurangan permintaan dari bisnis pengiriman, penerbangan, ataupun masyarakat yang mengisi bensin untuk kendaraannya.

Pentingnya energi yang melimpah dan dapat diandalkan telah digarisbawahi dalam beberapa bulan terakhir karena harga gas alam mencapai rekor tertinggi di Eropa dan China telah dipaksa untuk menjatah pasokan listrik.


Hide Ads