Berdasarkan pengalaman Fahmy saat masih menjadi tim anti mafia migas, pihaknya sempat menemukan ada upaya dari banyak pihak untuk menyulitkan Pertamina membangun dan mengoperasikan kilang. Hal itu dilakukan agar ketahanan BBM di dalam negeri gagal dilakukan, sehingga impor terus dilakukan.
"Saya dulu pernah jadi anggota tim anti mafia migas, hasil kajian kami menemukan ada upaya sistemik dari pemburu rente untuk cegah kilang kilang tidak dibangun dan ganggu eksisting kilang, tujuannya apa," ungkap Fahmy.
"Kalau itu terganggu maka pasti akan ada impor, impor ini lah mereka jadikan lahan pemburu rente," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar menegaskan dalam kebakaran terakhir yang terjadi di Cilacap, jumlah BBM yang ikut terbakar dan terbuang tidak banyak jumlahnya. Menurutnya, para pekerja telah melakukan pemindahan BBM dari tangki yang terbakar sebelum isinya habis terbakar.
"Nggak terbakar keseluruhan kemarin, teman-teman cilacap mentransfer minyak ke tangki lain sebelum itu habis terbakar, sehingga yang terbakar nggak sampai sepertiganya," ungkap Arie dalam acara yang sama.
Arie juga menepis pernyataan Fahmi bahwa ada upaya menambah impor BBM di balik kebakaran yang terjadi. Dia mengatakan Pertamina berusaha menekan impor migas. Salah satu caranya adalah memaksimalkan kilang yang untuk memproduksi BBM yang banyak digunakan di masyarakat.
"Komitmen kami memang tidak akan menambah defisit impor migas. Kalau pun Pertamina tanpa harus impor kita bisa melakukan switch occupancy," ungkap Arie.
(hal/dna)