Greenpeace cabang Inggris telah mengidentifikasi setidaknya ada 299 supertanker yang membawa minyak dan gas dari Rusia sejak awal invasi ke Ukraina pada 24 Februari, dan 132 di antaranya menuju ke Eropa.
Meskipun beberapa negara menyatakan larangan kedatangan kapal batu bara, minyak, dan gas fosil dari Rusia, tapi kenyataannya masih Rusia masih mengirimkannya melalui kapal yang terdaftar ke negara lain. Sejauh ini, negara-negara Uni Eropa belum dapat mencapai kesepakatan tentang larangan impor minyak Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Greenpeace menyerukan kepada pemerintah untuk membuat pilihan jangka panjang dalam menanggapi perang di Ukraina, yang akan membantu menciptakan perdamaian dan keamanan, dan membuat pilihan yang akan menciptakan masa depan yang stabil seperti transisi cepat ke energi yang efisien dan terbarukan. Energi terbarukan sekarang merupakan solusi untuk mengurangi biaya bahan bakar fosil hampir di semua tempat di planet ini.
"Kami sudah memiliki solusi dan mereka lebih murah dan lebih dapat dicapai daripada sebelumnya. Yang kita butuhkan hanyalah kemauan politik untuk secara cepat beralih ke energi terbarukan berkelanjutan yang damai dan berinvestasi dalam efisiensi energi. Ini tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja, menurunkan tagihan energi, dan mengatasi krisis iklim, tetapi juga akan mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil impor yang memicu konflik di dunia," jelas Sune Scheller.
Rusia merupakan pemasok bahan bakar fosil terbesar ke Uni Eropa dan pada 2021 negara-negara Eropa membayar hingga US$ 285 juta atau setara Rp 4,09 triliun (kurs Rp 14.342) per hari.
Pada 2019, lebih dari seperempat impor minyak mentah Uni Eropa dan sekitar dua perlima impor gas fosilnya berasal dari Rusia, begitu pula hampir setengah dari impor batu baranya. Impor energi Uni Eropa dari Rusia bernilai β¬ 60,1 miliar atau setara Rp 950,66 triliun (kurs Rp 15.818) pada 2020.
(ara/ara)