Biasanya kenaikan harga bahan bakar akan memicu kenaikan biaya produksi lainnya. Bakal ada efek domino pada biaya produksi transportasi. Misalnya saja seiring dengan kenaikan biaya bahan bakar, maka spare part juga akan ikut naik.
"Persoalannya di angkutan yang mendasar begini, ketika bahan bakar naik, ini jadi leverage buat yang lain. Termasuk spare part, dalam artian semua spare part kan harga pasar, semua akan kena trigger untuk naik," papar Ateng.
"Ini benar-benar akan jadi leverage untuk yang lain-lain harganya naik, kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan produksi," tegasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ateng sendiri belum berani memprediksi berapa kenaikan tarif yang akan terjadi. Menurutnya, harus ada kepastian angka kenaikan BBM naiknya berapa baru hitung-hitungan bisa dibuat.
Baca juga: Driver Ojol Tolak Harga Pertalite Naik! |
Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan juga mengatakan hal yang sama. Kenaikan tarif transportasi tak terhindarkan bila kenaikan Pertalite dan solar terjadi.
Shafruhan menjelaskan solar banyak digunakan untuk angkutan umum penumpang berbadan besar seperti bus. Solar juga digunakan pada semua angkutan barang, baik yang kecil maupun yang besar.
Sementara itu, Pertalite banyak digunakan untuk transportasi kecil macam angkot, taksi, ataupun ojek. Angkutan-angkutan ini lah yang kemungkinan bakal mengalami kenaikan tarif.
Shafruhan mengatakan kenaikan solar akan berdampak besar bukan hanya bagi biaya produksi transportasi yang dikeluarkan pengusaha. Namun, ada efek yang lain yang bakal dirasakan masyarakat.
Hal itu adakah kenaikan bahan pokok. Solar selama ini banyak digunakan untuk angkutan barang. Maka dari itu, bahan pokok kemungkinan juga akan terkerek naik secara langsung setelah harga solar naik.
"Kalau BBM dinaikkan, pasti kebutuhan pokok akan naik. Ini dampak paling besar. Kan angkutan logistik pakai itu pakai solar," ujar Shafruhan.
(hal/ara)