Berkaitan dengan komitmen Indonesia dalam transisi energi ke energi terbarukan, Luhut juga memamerkan bahwa kawasan hijau (hutan) di Indonesia sangat melimpah. Tentu kawasan hijau ini dibutuhkan untuk potensi transisi energi.
"Saya pikir sepertinya 70% kredit karbon (kawasan hijau/hutan) secara global ada di Indonesia. Kami memiliki kehutanan, kami memiliki bakau, gambut, tanah, rumput laut, terumbu karang," tuturnya.
Dalam kesempatan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan Pertamina, sebagai BUMN energi terbesar di Indonesia, terus berkomitmen untuk mempercepat transisi energi sesuai dengan target pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemitraan ini merupakan langkah strategis bagi Pertamina dan Chevron untuk saling melengkapi kekuatan masing-masing, serta mengembangkan proyek dan solusi energi rendah karbon untuk mendorong kemandirian dan ketahanan energi dalam negeri," ujarnya.
Ia menyebut, Pertamina juga telah melakukan diversifikasi pengembangan geothermal, antara lain yang saat ini tengah berjalan sebagai pilot project adalah green hydrogen yang dikembangkan di Area Ulubelu dengan target produksi 100 kg per hari dan brines to power yang dikembangkan di Area Lahendong serta memiliki potensi kapasitas 200 MW dari beberapa area kerja lainnya.
Nike meyakini, kerja sama ini akan bisa berlanjut, mengingat Indonesia sendiri memiliki potensi besar untuk energi baru terbarukan.
"Bekerja sama dengan berbagai pihak, Pertamina juga tengah mengembangkan penerapan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization, and Storage (CCUS) sebagai salah satu strategi perseroan mengurangi emisi karbon di dua lapangan migas yakni Gundih dan Sukowati. Pertamina juga sedang mengkaji komersialisasi penerapan teknologi CCUS di wilayah Sumatera," jelasnya
(hns/hns)