Rapor Merah RI yang Bisa Bikin Deal dengan Tesla Batal

Rapor Merah RI yang Bisa Bikin Deal dengan Tesla Batal

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 27 Mei 2022 07:45 WIB
Podcast: Menaksir Peluang Deal Elon Musk Tanam Duit Tesla di RI
Foto: Tim Infografis/Fauzan Kamil
Jakarta -

Tesla, pabrikan kendaraan listrik asal Amerika Serikat makin serius untuk masuk dan berinvestasi di ekosistem kendaraan listrik yang ada di Indonesia. Bahkan, pemerintah pun makin aktif untuk memepet Tesla untuk segera merealisasikan investasinya di Indonesia.

Sumber daya nikel, jadi 'harta karun' terbesar Indonesia yang memikat hati Elon Musk, miliarder pendiri Tesla. Menurut Dewan Penasihat Asosiasi Profesi Metalurgi Arif S Tiammar, nikel menjadi salah satu komponen besar untuk memproduksi baterai mobil listrik.

Menurutnya, potensi nikel di Indonesia merupakan nomor satu dunia. Ada juga yang bilang kedua terbesar di dunia. Pokoknya, Arif menegaskan sumber daya nikel di Indonesia sangat melimpah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seberapa menarik Indonesia di mata Elon Musk? Secara faktual sangat menarik memang. Karena Indonesia potensi nikelnya melimpah, malah satu data mengatakan terbesar di dunia, data lain bilang ke dua, tapi nggak pernah ke tiga, ke satu kedua lah," ungkap Arif dalam Podcast Tolak Miskin detikcom.

Indonesia memang disebut-sebut sebagai pemasok terbesar dunia untuk nikel. Indonesia punya cadangan nikel sekitar 52% dari cadangan dunia. Produksi nikel Indonesia dilaporkan sekitar 800 ribu ton atau sekitar 30 % dari total produksi nikel dunia.

ADVERTISEMENT

Arif mengatakan Elon Musk mengarahkan Tesla menjadi sebuah perusahaan pabrikan kendaraan listrik yang terintegrasi. Bukan cuma dari segi kendaraannya, tapi juga baterainya. "Karena dia ingin jadi the winner, the lowest cost producer is the winner," katanya.

Tapi jangan senang dulu, sejauh ini memang belum ada kesepakatan apapun yang dihasilkan oleh Tesla. Malah, menurut Arif ada satu hal yang bisa jadi batu sandungan investasi Tesla ke Indonesia. Apa itu?

Hal itu adalah penerapan nilai-nilai ESG alias enviromental, social, and governance. Nilai ESG adalah nilai-nilai praktik perusahaan yang mengacu pada tiga hal, mulai dari lingkungan, dampak sosial, hingga tata laksana regulasi yang baik.

Nah, Arif menilai nilai-nilai ESG di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan oleh semua pemangku kepentingan. Malah penerapannya masih jadi rapor merah di Indonesia. Bila bicara standarnya pun sangat jauh dengan standar perusahaan Amerika yang melantai di bursa macam Tesla.

"Mohon maaf kalau standar perusahaan Wall Street di atas 500, industri kita masih jauh di bawah itu. Perlu peningkatan. Harus ada kolaborasi berbagai pihak, pemainnnya itu sendiri, regulatornya, dan investornya," kata Arif.

Lanjut di halaman berikutnya.

Sebagai contoh saja, di Indonesia, dari sisi enviromental atau praktik ramah lingkungan sudah ada banyak aturannya. Namun, praktik di lapangan tidak seperti itu. Pelanggaran soal praktik ramah lingkungan masih banyak dilakukan, penegakan hukum juga rendah.

"Realitasnya ya, dalam UU Minerba dijelaskan ada bagaimana praktik pertambangan terbaik itu adalah lakukan pengukuran secara detil. Supaya penambangan efisien, setelah selesai dia harus reboisasi dihijaukan kembali. Itu regulasi ada, tapi di lapangan banyak sekali penambang tak lakukan itu," papar Arif.

"Meskipun, nggak semua begitu juga, banyak yang comply juga dan dapat predikat green," lanjutnya.

Dari sisi governance atau hubungan dengan pemerintah pun masih banyak masalah yang terjadi. Seringkali, masalah perizinan atau regulasi praktiknya tak sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Mohon maaf kalau dari perusahaan governance sedemikian rupa, namun realita di lapangan banyak yang tidak seindah yang dibayangkan lah. Di atas kertas gambarannya begitu, meski saya nggak bisa bilang secara vulgar masalahnya," ujar Arif.

Lalu, bila ternyata investasi Tesla tak bisa terwujud, apa yang bisa dilakukan Indonesia dalam rangka mengolah sumber daya nikel?

Menurut Arif untuk mengolah nikel, bahkan membentuk sebuah rangkaian rantai pasok produk hilirisasi nikel tak melulu harus menggandeng Tesla semata. Menurutnya, masih banyak pabrikan lain yang bisa diajak kerja sama bila Tesla menolak untuk bekerja sama.

"Untuk EV sendiri kan banyak pemainnya ada Volkswagen, ada Honda dan Toyota juga yang mulai menggeliat," ungkap Arif.

Kalaupun tak bisa bermain di ranah industri kendaraan dan baterai listrik, pemerintah bisa melihat potensi lain. Masih banyak sekali kandungan nikel yang bisa dikembangkan, mulai dari besi, kobalt, hingga scanium.

Bahkan, ada beberapa potensi pengembangan nikel yang belum dilakukan di Indonesia. Misalnya saja pengembangan bijih nikel menjadi nikel powder dan nikel super aloy.

Dua produk itu bisa dikembangkan ke industri berteknologi tinggi, salah satunya adalah 3D printing. Biasanya, teknologi ini digunakan untuk membuat spare part yang rumit untuk pesawat.

"Dua-duanya ini akan mengerucut menjadi industri 3D printing, ini menciptakan komposisi dan part-part pesawat terbang, dan kebutuhan pencetakan bentuk serumit apapun," kata Arif.

Teknologi ini bagaikan printer, mencetak apapun yang dibuat secara digital di komputer. Hanya saja, bukan pakai tinta atau kertas, pencetakannya menggunakan nikel powder dan menjadi sebuah bentuk 3 dimensi.

"Ke depannya pakai 3D printing untuk banyak hal, bentuk serumit apapun bisa pakai 3D printing. Nge-printnya pakai nikel atau metal powder, ke depan ini akan jadi game changer karena ini related ke berbagai indutri," papar Arif.



Simak Video "Video: FBI Diterjunkan untuk Selidiki Kasus Serangan ke Tesla"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads