Harga Solar Harusnya Rp 18.150, Pertamax Rp 17.950

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Jumat, 08 Jul 2022 16:13 WIB
Harga Solar Harusnya Rp 18.150, Pertamax Rp 17.950/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Pemerintah menahan harga BBM dalam negeri di tengah melonjaknya harga minyak dunia. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan dengan peningkatan harga minyak dan gas yang tinggi ini membuat tantangan berat di sektor hilir energi.

Sebab hal tersebut telah membuat harga keekonomian produk meningkat tajam. Bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan LPG yang ditetapkan pemerintah sangat rendah.

Per Juli 2022, untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30), dijual dengan harga Rp 5.150 per liter, padahal harga keekonomiannya Solar mencapai Rp 18.150. Jadi untuk setiap liter Solar, pemerintah membayar subsidi Rp 13 ribu.

Untuk harga Pertalite, lanjut Nicke, tetap dijual Rp 7.650 per liter, sedangkan harga pasarnya saat ini adalah Rp 17.200. Sehingga untuk setiap liter Pertalite yang dibayar oleh masyarakat, pemerintah mensubsidi Rp 9.550.

Demikian juga untuk LPG PSO, dimana sejak 2007 belum ada kenaikan, harganya masih Rp 4.250 per kilogram, dimana harga pasar Rp 15.698 per kg. Jadi subsidi dari pemerintah adalah 11.448 per kilo.

Untuk harga Pertamax, Pertamina masih mematok Rp 12.500. Padahal untuk RON 92, kompetitor sudah menetapkan harga sekitar 17 ribu. Karena secara keekonomian harga pasar Pertamax telah mencapai Rp 17.950.

"Kita masih menahan dengan harga 12.500, karena kita juga pahami kalau Pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara," ujar Nicke dalam keterangannya, Jumat (8/7/2022).

Di sisi lain, Sebelumnya Menteri Keuangan arena penetapan anggaran subsidi dan kompensasi yang meningkat, utamanya pada subsidi dan kompensasi energi.

Subsidi Bengkak Gara-gara Harga BBM

Sri Mulyani memperkirakan hingga akhir tahun jumlah subsidi meningkat menjadi Rp 284 triliun. Padahal target belanja subsidi pada APBN di awal tahun sebesar Rp 207 triliun.

Kenaikan paling tinggi terjadi pada anggaran belanja kompensasi BBM dan listrik. Sampai akhir tahun, Sri Mulyani bilang untuk biaya kompensasi energi pemerintah akan mengeluarkan anggaran hingga Rp 293 triliun. Padahal, pada awal tahun anggaran belanja kompensasi pada APBN hanya mencapai Rp 18,5 triliun.

"Subsidi melonjak hingga Rp 284 triliun. Kemudian kompensasi sangat tinggi, meningkat menjadi Rp 293 triliun dari yang tadinya hanya Rp 18 triliun," jelas Sri Mulyani.




(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork