Subsidi BBM Rp 502 T Tak Tepat Sasaran, Mending buat Bikin Tol-Sekolah

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 25 Agu 2022 21:51 WIB
Foto: dok. Istimewa: Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah
Jakarta -

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menilai beban subsidi energi Rp 502 triliun belum tepat sasaran. Dengan kata lain, sebagian besarnya mengalir pada golongan masyarakat mampu.

Sebelumnya, Pemerintah telah menganggarkan subsidi energi yang sangat besar hingga mencapai Rp 502 Triliun. Said mengatakan, Dana tersebut, hanya habis digunakan untuk mensubsidi harga energi yang saat ini 80%-nya ialah subsidi LPG 3 Kg masyarakat mampu.

Bahkan menurut, Said, perkiraan pemerintah pada Oktober nanti stok pertalite diperkirakan habis jika menyimulasikan dengan tren konsumsi sekarang ini. Subsidi solar juga tidak tepat sasaran karena gap harga solar subsidi dengan non subsidi sangat besar.

"Banyak terjadi penyelundupan solar subsidi. Perubahan pola subsidi BBM dan LPG menjadi keniscayaan yang harus dirubah oleh pemerintah," tambahnya.

Dana sebesar itu idealnya dapat digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan kegiatan produktif, misalnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur energi dan lain-lain. Ia pun melanjutkan dengan memberi contoh besaran dana subsidi tersebut apabila dikonversi ke sektor lain.

Said mengatakan, besaran anggaran subsidi BBM tersebut dapat digunakan untuk membangun ruas tol baru, sepanjang 3.501 km dengan perkiraan investasi Rp 142,8 miliar per km. Kemudian, jika disetarakan dengan anggaran pembangunan Sekolah Dasar (SD) 227.886 unit, diperkirakan butuh investasi 2,19 miliar tiap SD,"

"Bahkan jika kita konversikan anggaran subsidi BBM setara dengan 3.333 unit Rumah Sakit skala menengah, dengan besaran investasi Rp. 150 miliar per rumah sakit. Bahkan jika diperlukan untuk membangun puskesmas, anggaran subsidi dan kompensasi BBM dapat digunakan untuk membangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp. 12 miliar per puskesmas," jelas Said.

Tidak hanya itu, menurutnya, indeks prevalensi kerawanan pangan RI yang masih tergolong tinggi juga menjadi hal yang perlu lebih diprioritaskan dengan merelokasi anggaran subsidi energi. Anggaran tersebut dapat digunakan untuk memperkuat program ketahanan pangan.

"Karena kita masih hanya swasembada beras, sementara komoditas pangan lainnya seperti daging, sayuran, gula, kedelai, dan lain-lain masih impor. Urusan kemandirian pangan sangat penting, sebab dengan ketergantungan pangan rawan untuk menghadapi berbagai resiko ekonomi, baik yang diterima oleh rakyat maupun fiskal kita," tambah Said.

Ajak dukung pengurangan subsidi energi di halaman berikutnya. Langsung klik




(hns/hns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork