Menurutnya, langkah ini akan berat untuk dilalui RI lantaran negara ini juga bergantung pada pendapatan ekspor ke negara-negara di Amerika dan Eropa. Berbeda dengan China dan India yang memiliki bargaining position yang lebih kuat.
"Berbeda dengan China atau India. Mereka memang berhadapan dengan AS tanpa kekhawatiran sama sekali artinya AS hanya mengontrol yang terjadi. Itu karena bargaining position China lebih kuat," tambahnya.
Bahkan Fahmy juga menyebut, apabila pemerintah mengambil langkah ini, kemungkinan untuk BBM dalam negeri turun harga juga sangat kecil bahkan mustahil. Dalam hal ini, biaya resiko belum diperhitungkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya tidak. Bahkan itu jadi mahal, karena beberapa resiko. Biaya resiko belum diperhitungkan di situ, misal seperti sebelumnya Bu Nicke pernah beli langsung minyak Rusia secara B2B. Kemudian kapal dicegat Greenpeace dan minyak nggak bisa diturunkan. Itu resikonya lebih tinggi. Belum lagi biaya diplomatik (AS)," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia tidak menyarankan pemerintah menerima tawaran dari Rusia tersebut karena biaya yang akan semakin membebani RI, dan justru tidak akan membantu dalam menurunkan harga BBM dalam negeri.
"Saya kira kalau diambil makin berat. Justru bisa akan lebih mahal. Kalau Greenpeace mencegat misalnya, atau embargo dari AS-Eropa," kata Fahmy.
"Biayanya kan lebih tinggi jadi harganya tidak lebih murah dan justru lebih mahal. Dan mustahil menurunkan harga BBM di Indonesia," tambahnya.
Simak Video "Video: Bengkulu Alami Kelangkaan BBM, Gibran Minta Maaf ke Warga"
[Gambas:Video 20detik]
(das/das)