Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi memanas belakangan ini. Akar masalah dari dari panasnya hubungan tersebut adalah karena minyak.
Para pejabat AS berjanji akan memberikan konsekuensi setelah negara-negara pengekspor minyak OPEC yang dipimpin Arab Saudi memangkas produksi yang tajam awal bulan ini. Hal itu pun mendorong kenaikan harga.
Anggota parlemen AS juga mengancam, termasuk melarang penjualan senjata ke Arab Saudi dan membebaskan Departemen Kehakiman untuk mengajukan gugatan terhadap negara dan anggota OPEC lainnya karena kolusi.
Namun, Arab Saudi tak tinggal diam. Pejabat Arab memberikan isyarat membalikkan, termasuk membuang utang AS yang memiliki efek besar pada pasar keuangan dan ekonomi riil. Jika panasnya hubungan AS dan Arab terus berlangsung maka akan memberikan dampak yang besar pada ekonomi dunia, termasuk keamanan internasional.
"Ini adalah titik terendah baru. Kami telah melihat degradasi dalam hubungan AS-Saudi selama bertahun-tahun, tetapi ini adalah yang terburuk," kata Clayton Allen, direktur di Eurasia Group seperti dikutip dari CNN, Senin (31/10/2022).
Pada awal Oktober, OPEC+ mengumumkan rencana untuk memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Hal ini menaikkan harga minyak dan bensin saat inflasi tinggi, dan membuat marah para politisi AS. "Kelihatannya tidak ada pihak yang saling memahami," kata Allen.
Direktur Eksekutif International Energy Agency, Fatih Birol menggambarkan langkah itu belum pernah terjadi sebelumnya dan disayangkan. "Ketika ekonomi global berada di ambang resesi global, mereka memutuskan untuk mendorong harga naik," kata Birol.
Para pejabat dari kedua belah pihak telah mempertajam kritik mereka satu sama lain dalam beberapa waktu terakhir. Dalam sebuah momen, seorang menteri tinggi Arab Saudi beralih dari membela strategi energi Biden menjadi membalikkannya.
Lihat juga video 'Kantor Wali Kota di Donetsk Hancur Dihantam Roket AS':
Berlanjut ke halaman berikutnya.