Pada 2009, tumpahan minyak mengalir ke Laut Timor dan mencemari pesisir Indonesia. Tumpahan minyak ini diketahui berasal dari lapangan Montara milik perusahaan minyak dan gas asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP).
Kasus tumpahan minyak Montara berjalan cukup panjang. Seiring berjalannya upaya penyelesaian kasus, tidak ada iktikad baik dari PTTEP untuk membayar ganti rugi.
Sempat tarik ulur, pada 2018-2019 kasus tumpahan Montara kembali diproses. Tercatat 15 ribu lebih nelayan dan petani rumput laut asal NTT melakukan gugatan class action di Pengadilan Federal Australia di Sydney.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gugatan dimenangkan nelayan pada Maret 2021, dan PTTEP dinyatakan bersalah. Namun, setahun setelah gugatan itu nelayan dan petani rumput laut tak kunjung mendapat ganti rugi.
Kasus bermula pada 21 Agustus 2009, saat anjungan minyak di lapangan Montara milik PTT Exploration and Production (PTTEP) yang ada di Australia meledak. Dalam insiden ini diperkirakan lebih dari 23 juta liter minyak mengalir ke Laut Timor hingga mencemari perairan Indonesia.
Setelah berjalan 13 tahun, pada 24 November 2022 Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan PTTEP siap memberi ganti rugi.
Berikut Fakta Kasus Tumpahan Minyak Montara:
1. Harusnya Selesai Sebelum Era Jokowi
Lamanya penyelesaian kasus tumpahan minyak Montara membuat Luhut sampai kesal. Menurutnya, kasus ini seharusnya selesai sebelum masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Dulu juga saya terus terang saya kesal karena harusnya selesai sebelum zaman Jokowi, tapi sudahlah, kita nggak usah cari yang lalu," kata Luhut dalam konferensi pers di gedung Kemenko Marves, Jakarta Pusat, Kamis (24/11/2022).
Luhut menambahkan, meskipun ada pergantian kepemimpinan, pemerintah bakal terus memperjuangkan kasus ini. Seperti diketahui, masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir pada 2024. Pemerintah akan mengajukan gugatan perdata terhadap PTEP.
"Sekarang kalau pun nanti bergantian pemerintahan yang akan datang, ya nggak apa-apa kita terusin. Karena ini kan melindungi lingkungan dan rakyat kita, nggak boleh main-main," tegas Luhut.
2. PTTEP Setuju Ganti Rugi Rp 2 T
PTT Exploration and Production (PTTEP) dikabarkan setuju membayar ganti rugi kasus tumpahan minyak montara. Sebelumnya PTTEP sempat enggan membayar ganti rugi.
Menurut Luhut, perusahaan minyak dan gas asal Thailand ini akan membayar AUD 192,5 juta, atau Rp 2,02 triliun (kurs Rp 10.500). "Atas putusan pengadilan, mereka akan membayar AUD 192,5 juta, atau US$ 129 juta," katanya,
Luhut mengatakan, uang Rp 2,02 triliun ini di luar ganti rugi terhadap kerusakan lingkungan. Uang tersebut merupakan ganti rugi bagi nelayan dan petani rumput laut yang terdampak tumpahan minyak.
Luhut berharap uang ini bisa dikelola dengan benar. Ia mengusulkan dibuatkan koperasi untuk kemudian dikelola secara profesional.
"Saya juga usul, mungkin bisa dibuat koperasi nelayan itu sendiri, dikelola secara profesional. Nanti kita bisa mengatasi supaya jangan uang itu hilang," ungkapnya.
Nelayan dapat ganti rugi Rp 73 juta per orang. Cek halaman berikutnya.