Sementara itu, Deputy Chief of Party USAID SINAR Mike Crosetti menekankan pentingnya gas dalam upaya dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan Indonesia untuk berbagai kemungkinan skenario. Dengan skenario NZE 2060 dan penghapusan batu bara, gas diproyeksikan berkurang pada 2025-2035.
"Penggunaan gas mulai meningkat lagi pada 2036, puncak penggunaan pada 2050 setara dengan 8 kali penggunaan pada 2022. Konsumsi gas mulai turun dari 2056," ujarnya.
Pada skenario penghapusan batu bara dan penerapan nol bersih pada 2050, kata dia, penggunaan gas secara konstan terjadi pada 2025-2035. Gas pada tahun 2047 lebih dari 7 kali permintaan tahun 2022. Penggunaan gas dengan cepat turun menjadi nol pada 2050. "Gas masih memainkan peran utama bahkan dengan target NZE sebelumnya," ujarnya.
Pada skenario berikutnya, lanjut Crosetti, jika target nol emisi pada 2060 dan fase penghapusan batu bara pada 2040 dinilai dapat mengurangi biaya, tapi pengurangan emisi lebih rendah. Apalagi penggunaan gas pada 2050 diproyeksikan mencapai 11 kali konsumsi 2022.
"Dekarbonisasi yang dipercepat menghabiskan lebih banyak uang. Semua itu bergantung pada akselerasi penghentian operasi PLTU batubara, target NZE, teknologi, dan kebijakan pendukung lainnya seperti penetapan harga DMO untuk bahan bakar fosil PLN," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Direktur Konservasi Energi Ditjen EBTKE, Hendra Iswahyudi menjelaskan konsumsi kebutuhan energi diperkirakan mencapai 310 MTOE (termasuk bahan baku) pada 2060. Angka ini didorong melalui elektrifikasi di sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial. "Sebagai bahan baku, gas alam yang digunakan mencapai 3,9 MTOE," katanya.
Di sisi lain, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya W Yudha mengatakan dalam rangka mengoptimalkan pemakaian gas dalam transisi energi, perlu investasi dengan nilai lebih besar dan pembangunan infrastruktur gas yang masif.
Namun dia yakin dengan pemberian insentif, baik fiskal maupun nonfiskal oleh pemerintah, pengembangan gas oleh kontraktor hulu migas masih ekonomis. Meski dipasarkan di dalam negeri, dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"DEN mendorong kerja lintas sektoral di sektor energi ini agar harapan tersebut terwujud," katanya.
Dikatakannya, Kebijakan Energi Nasional saat ini tengah disesuaikan dengan tujuan Indonesia menuju target NZE pada 2060 atau lebih cepat. Skenario saat ini, bauran energi pada 2050, energi fosil masih mendominasi yaitu sebesar 69% dengan skenario pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8 %.
Pada skenario yang baru dan sedang disusun, rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,2% hingga 2060, jumlah bauran EBT mencapai 60%, dan fosil tinggal 40%.
Sementara pada skenario lainnya, pertumbuhan ekonomi RI diproyeksikan 5,9%, rata-rata hingga 2060 bauran EBT sebesar 61% dan fosil 39%. Gas masih mendominasi dibandingkan minyak.
"Gas menjadi bridging menuju transisi energi dari fosil ke EBT," pungkasnya.
(ncm/ega)