Peralihan ke Kendaraan Listrik Jangan Serampangan, Butuh Transisi

Peralihan ke Kendaraan Listrik Jangan Serampangan, Butuh Transisi

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 21 Des 2022 12:00 WIB
PT Pertamina (Persero) meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Sas (SPBG) di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2013). Pembangunan SPBG ini merupakan program revitalisasi SPBU di mana nantinya angkutan umum bisa menikmati layanan pengisian bahan bakar gas.
Foto: Rachman Haryanto

Iwa menambahkan, yang terpenting adalah tahapan dalam rangka mengurangi emisi. BBG tetap dalam konteks tersebut. "Padahal (konversi BBM ke BBG) itu sudah bagus. Ini juga penting karena Indonesia perlu tetap berhati-hati mengejar target zero emisi. Kalau BBG dioptimalkan, benefitnya jelas ada bagi negara," ujarnya.

Dengan begitu, Indonesia tidak semata-mata melakukan konversi kendaraan dari BBM ke listrik yang dianggap ramah lingkungan. Akan tetapi juga mendapatkan manfaat dari optimalisasi sumber daya gas. "Ketersediaan BBG jelas ada. Kan kita juga eksportir BBG," imbuhnya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Liquid & Compress Natural Gas Indonesia (APLCNGI) Dian Kuncoro mengatakan, rencana pemerintah memberikan insentif atas pembelian kendaraan listrik semestinya juga diikuti dengan insentif kepada kendaraan berbasis BBG. Selain infrastruktur kendaraan BBG sudah banyak tersedia, gas bumi merupakan salah satu sumber energi dengan cadangan paling besar di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penggunaan BBG juga punya tujuan untuk mendorong peralihan pada penggunaan energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada BBM. Biaya konversi ke BBG juga lebih terjangkau antara 15 - 30 juta dan perawatannya juga jauh lebih mudah," kata Dian

Untuk mendukung langkah transformasi ke BBG tersebut, pemerintah telah merealisasikan pembangunan berbagai infrastruktur pseperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan Mobile Regasifications Unit (MRU) di berbagai lokasi, khususnya di Jabodetabek.

ADVERTISEMENT

"Sayangnya kebijakan itu tidak berjalan optimal karena pemerintah kurang total dan tuntas dalam mendorong peralihan ke BBG. Padahal banyak sekali angkutan umum yang sukses dan mampu mengefisiensikan biaya operasional dengan menggunakan BBG," imbuhnya.

Iwa menambahkan, Indonesia masih butuh optimalisasi energi eksisting. Bauran energi belum dilakukan secara optimal. Menurutnya optimalisasi kendaraan listrik bisa dimulai dari daerah-daerah tertentu terutama yang kesulitan mendapatkan pasokan gas. Dengan begitu, pemerintah bisa sambil mengejar target bauran energi nasional. "Saya setuju sekali dengan kendaraan listrik ini. Tapi saya khawatir dengan biayanya," kata Iwa.

Termasuk juga tentang rencana pemberian insentif sebesar Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik dan Rp8 juta untuk pembelian sepeda motor listrik yang menurutnya perlu dikaji lebih mendalam. "Terutama dari sisi besarannya. Dasar hitungannya dari mana? Ini jadi kajian yang bagus juga sebenarnya."

Sebab prinsipnya, lanjut Iwa, ketika memberikan insentif harus ada benefitnya selain tentu saja benefit berupa mengejar prinsip ramah lingkungan.


(acd/dna)

Hide Ads