Hasil 'Pelototi' Penyaluran BBM Subsidi: Anggaran Hemat Rp 200 Miliar

Hasil 'Pelototi' Penyaluran BBM Subsidi: Anggaran Hemat Rp 200 Miliar

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 30 Des 2022 20:58 WIB
PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VIII menutup tahun 2018 dengan melakukan uji operasi SPBU Kompak di Kampung Yukase, Distrik Ayamaru Utara, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat. SPBU Kompak ini merupakan titik ke 18 yang telah dicapai oleh Pertamina dari 15 titik yang ditargetkan oleh pemerintah di wilayah Maluku dan Papua. Percepatan 18 titik di tahun 2018 dilakukan agar Program BBM Satu Harga dapat segera berkontribusi pada roda perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Distrik Ayamaru Utara, Papua Barat.
Ilustrasi BBM Susbidi/Foto: Muslimin Abbas
Jakarta -

Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) melakukan verifikasi terhadap volume penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang disubsidi. Dari sana, ditemukan BBM jenis Solar tidak lulus verifikasi sebanyak 20.086,467 Kl atau setara Rp 200 miliar anggaran subsidi.

Pada dasarnya, verifikasi dilakukan dalam menentukan apakah penyaluran BBM tersebut dapat diklaim sebagai penyaluran subsidi. Kemudian, hasilnya dilaporkan kepada Kementerian Keuangan untuk proses pencairan dana subsidi.

"Kami melakukan verifikasi volume kemudian kami melaporkan pada Kementerian Keuangan berapa volume yang tersalurkan itu yang dapat dimintakan subsidinya. Berdasarkan verifikasi, terdapat koreksi-koreksi terhadap volume JBT minyak Solar. Sampai November telah dilakukan koreksi sebesar 20.086,467 Kl atau kurang lebih setara dengan Rp 200 miliar," ujar Kepala BPH Migas Erika Retnowati, di Kantor BPH Migas, Jumat (30/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Erika hasil verifikasi tersebut telah disampaikan kepada Kementerian Keuangan, besaran tersebut kemudian dapat dialihkan sebagai jenis BBM non subsidi.

Sementara itu, Sekretaris BPH Migas Patuan Alfon Simanjutak menjelaskan, aktivitas verifikasi volume ini dilandasi SOP dan dasar hukum tersendiri. Ia mengatakan, mana kala di koreksi artinya ada hal-hal yang tidak pas dan sesuai dengan standar maupun aturan yang berlaku dalam pendistribusiannya.

ADVERTISEMENT

"Terdapat 20.086,47 Kl itu yang dikoreksi. Artinya tidak diakui sebagai bahan bakar bersubsidi. Jadi nilainya setara dengan Rp 200 miliar. Itu dan bukan kerugian negara ya. Verifikasi volume. Jadi koreksi yang itu tidak diakui sebagai JBT, tidak kerugian negara, dan ity yang kita laporkan kepada Kementerian Keuangan," terangnya.

Memperjelas perihal ini, Direktur Bahan Bakar Minyak Sentot Harijady mengatakan, verifikasi juga berkiblat pada ketetapan jenis pengguna solar subsidi yang diatur dalam Perpres No. 191 tahun 2014. Bisa penyaluran Solar subsidi ini tidak sesuai dengan yang diatur dalam Perpres, maka tidak akan tercatat sebagai penyaluran BBM subsidi.

"Istilahnya gini, dalam Perpres 191 itu kan ditetapkan untuk solar jenis penggunannya. Kalau saat penyalurannya jenis pengguna nggak tepat, nah itu baru koreksi. Jadi yang penyalur tersebut harus membayar sesuai selisih keekonomiannya. Jadi tidak menargetkan sbsidi. Seperti itu koreksinya," terangnya.

(hns/hns)

Hide Ads