RI Mau Kejar Net Zero Emission di 2060, Ini yang Harus Diperhatikan

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 10 Apr 2023 15:02 WIB
Foto: DW (News)
Jakarta -

Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal tersebut seiring dengan komitmen untuk pencapaian target net zero emission pada tahun 2060 mendatang atau lebih cepat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan penetapan strategi, program, dan target menuju transisi energi adalah hal yang lebih mudah. Tantangan terbesarnya adalah implementasi nyata menuju transisi energi dan memastikan keterjangkauan energi oleh masyarakat.

"Bagian paling sulit adalah implementasi konkret menuju transisi energi, memastikan keterjangkauan energi oleh rakyat, aksesibilitas dan dekarbonisasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat," kata Arifin dalam pidato pembukaannya pada Workshop "Fast Tracking Energy Transition Investment in Developing Economies" dalam World Economic Forum yang digelar di Davos, Swiss lalu.

Untuk memastikan aksesbilitas keterjangkauan energi bagi masyarakat, tentunya peran dari sektor minyak dan gas bumi tak bisa diabaikan dan ditinggalkan begitu saja. Sektor migas masih memegang peranan penting untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi utamanya di negara berkembang seperti Indonesia.

Arifin menyampaikan permintaan migas masih akan tumbuh, terutama di daerah berkembang seperti India, Afrika dan Asia di mana pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, industrialisasi dan kendaraan akan melonjak secara signifikan.

"Karena itu, investasi dalam proyek migas masih diperlukan untuk memberikan ketahanan energi serta memenuhi permintaan migas yang semakin meningkat, sebelum teknologi energi terbarukan menjadi lebih kompetitif," kata dia dalam acara The 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG), belum lama ini. 7

Mengacu pada OPEC World Oil Outlook 2022, permintaan minyak sebagai bahan bakar primer diproyeksikan meningkat dari 88 mboepd pada tahun 2021 menjadi 101 mboepd pada tahun 2045. Sementara itu, porsi bauran energi menurun dari 31% menjadi hanya di bawah 29%.

Adapun, permintaan gas diperkirakan meningkat dari 66 mbopd pada tahun 2021 menjadi 85 mbopd pada tahun 2045, di mana porsi bauran energinya akan meningkat dari 23% menjadi 24%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor minyak mentah pada 2022 sebesar 15,26 juta ton, meningkat 11% dibandingkan dengan impor pada 2021 sebanyak 13,78 juta ton. Sementara itu, pada 2020, impor minyak mentah sebesar 10,51 juta ton.

Dari sisi nilai, BPS mencatat impor minyak mentah pada 2022 mencapai US$11,45 miliar, melonjak 62% dibandingkan dengan impor pada 2021 yang sebesar US$7,05 miliar. Sementara itu nilai impor minyak mentah pada 2020 tercatat sebesar US$3,39 miliar.




(fdl/fdl)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork