Kehadiran PLTU Suralaya sangat penting untuk pasokan listrik di Pulau Jawa-Bali. Pasalnya, PLTU tersebut memasok sekitar 12% kebutuhan listrik di Pulau Jawa.
"Dapat kami sampaikan pembangkit kita ini berkapasitas 3,400 Megawatt (MW) secara total kita berkontribusi di Pulau Jawa 12%," kata General Manager PLN Indonesia Power Suralaya PGU (Power Generation Unit) Irwan Edi Syahputra Lubis kepada wartawan di PLTU Suralaya, Cilegon, Banten, Selasa (5/9/2023).
Irwan mengatakan pihaknya juga turut memberikan perhatian kepada kelestarian lingkungan dalam setiap produksi listrik yang dihasilkan, salah satunya dengan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. Langkah itu dilakukan agar setiap produksi listrik yang dihasilkan bisa menekan emisi.
Lebih detail, dia menjelaskan setidaknya ada teknologi yang digunakan untuk menjaga emisi di setiap produksi yakni Electrostatic Precipitator (ESP), Low NOx Burner, dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS).
Menurutnya, lewat sejumlah teknologi tersebut membuat emisi partikulat di PLTU Suralaya 1-7 dapat selalu terjaga di bawah ambang batas peraturan yang berlaku. Adapun peraturan tersebut mengacu pada Permen LHK No: P.15/2019. Bahkan dalam periode 2020-2023 pihaknya mencatat di bawah baku mutu: 100 mg/Nm3.
"Pembangkit kita ini sudah dilengkapi dengan (teknologi) pengendali emisi seperti ESP. Itu untuk mengendalikan partikulat dan juga ESP ini sudah di-instal sejak pembangkit ini berdiri. Dan kita menerapkan menggunakan peralatan Low NOx Burner untuk memastikan emisi itu dalam kondisi sesuai baku mutu," tuturnya.
Sementara itu untuk untuk CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Dengan demikian, emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time serta dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Data yang dihasilkan CEMS realtime langsung terkoneksi di KLHK," tutupnya.
(anl/ega)