Ketum PYC Sebut Cawapres Harus Hadirkan Strategi-Solusi Kebijakan Energi

Ketum PYC Sebut Cawapres Harus Hadirkan Strategi-Solusi Kebijakan Energi

Sukma Nur Fitriana - detikFinance
Minggu, 21 Jan 2024 15:40 WIB
Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda Citra Yusgiantor
Foto: Dok. PYC
Jakarta -

Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda Citra Yusgiantoro mengatakan calon wakil presiden (Cawapres) harus menghadirkan strategi dan solusi kebijakan efektif di sektor energi. Hal itu untuk mengatasi tantangan berbagai aspek teknis, finansial, dan regulasi.

Ia menyebutkan target pemerintah mempensiunkan 27 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan total kapasitas 17.000 MW hingga tahun 2030 menjadi tantangan bagi Indonesia. Meskipun hal tersebut disebut sebagai sebagai bagian dari transisi menuju Net Zero Emission (NZE).

Hal ini dikatakan Filda untuk menanggapi rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menggelar Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Para kandidat Cawapres harus menyampaikan secara eksplisit strategi dan solusi pembiayaan transisi energi berkeadilan. Ini penting," kata Filda dalam keterangan tertulis, Minggu (21/1/2024).

Ia mengatakan debat keempat yang menghadirkan 3 Cawapres, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, mengusung tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa.

ADVERTISEMENT

Filda melanjutkan sebagai calon pemimpin, ketiga kandidat wajib menjelaskan secara rinci rencana penurunan emisi global dan transisi energi yang tidak hanya mengikuti tren negara-negara lain.

"Yang paling penting, kebijakan harus disesuaikan kondisi geografis, geologi, ekonomi, sosial, politik hingga geopolitik Indonesia yang pastinya unik, dan berbeda dengan negara lain," jelasnya.

Filda berharap ada strategi jelas yang menguatkan dan mensinkronkan koordinasi antar lembaga/institusi melaksanakan peta jalan menuju transisi energi. Apalagi ia menyebutkan kini Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar berasal dari sektor energi sebesar 34%, disusul industri (24%), kegiatan di sektor pangan, kehutanan, dan alih fungsi lahan (22%), dan transportasi (15%), serta bangunan (6%). Upaya transisi energi menjadi ikhtiar mengendalikan 49% sumber GRK dari energi dan transportasi.

"Jadi yang paling penting adalah solusi strategis untuk mengoptimalkan sumber daya manusia yang menjadi faktor pendukung dalam mempersiapkan transisi energi menuju energi bersih dan berkelanjutan," pungkas Filda.




(anl/ega)

Hide Ads