Pajak Bahan Bakar Kendaraan Naik, Siap-siap Harga BBM Ikut Terkerek

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Naik, Siap-siap Harga BBM Ikut Terkerek

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 29 Jan 2024 06:00 WIB
Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Tol Sidoarjo 54.612.48, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/4/2022). Pemerintah menetapkan Pertalite sebagai jenis BBM khusus penugasan yang dijual dengan harga Rp7.650 per liter dan Biosolar Rp5.510 per liter, sementara jenis Pertamax harganya disesuaikan untuk menjaga daya beli masyarakat yakni menjadi Rp 12.500 per liter dimana Pertamina masih menanggung selisih Rp3.500 dari harga keekonomiannya sebesar Rp16.000 per liter di tengah kenaikan harga minyak dunia. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/rwa.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Bisa Bikin Orang Beralih ke EV?

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, kenaikan pajak dengan perspektif untuk mengurangi konsumsi BBM serta mendorong peralihan ke energi terbarukan merupakan hal yang perlu didukung. Namun menurutnya, perlu diperhatikan pula efektivitas dari penerapan kebijakan baru tersebut.

"Tetapi, kalau BBM naik tapi masyarakatnya enggan beralih ke motor listrik karena fasilitas pendukungnya kurang, ini cuma menjadi beban tambahan bagi masyarakat," ujar Fajry kepada detikcom, Minggu (28/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, kenaikan tersebut kecil dampaknya dalam mempengaruhi masyarakat beralih ke kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Di samping harga BBM itu sendiri, menurutnya ada banyak faktor yang lebih mempengaruhi peralihan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan listrik. Salah satunya ialah biaya pembelian dan operasional EV.

ADVERTISEMENT

"Pertama adalah kendaraan listrik sendiri masih relatif mahal, terutama masalah convenience-nya, ekosistemnya, terutama charging station-nya dan lain-lain, masih relatif terbatas. Itu juga sebabnya maka sensitivitasnya atau dampaknya ke kendaraan listrik masih relatif kecil," jelas Faisal, dihubungi terpisah.

Karena harga EV yang relatif mahal, menurutnya saat ini pengguna EV dominan di level kalangan menengah ke atas, khususnya mobil. Menurutnya, pertimbangan konsumen bukan hanya harga beli, tetapi juga ekosistem pengisian daya yang masih terbatas.

"Kalau di rumah juga pada umumnya kan berarti membutuhkan charging listrik, relatif meningkatkan konsumsi (listrik) kalau charge di rumah" katanya.

"Jadi pertimbangannya relatif cukup banyak. Menurut saya dampaknya dari kenaikan pajak ini belum terlalu kuat mendorong masyarakat ke kendaraan listrik. Bisa jadi yang naik adalah ke (penggunaan) public transportation yang sudah semakin banyak, kalau di Jakarta," pungkasnya.


(shc/ara)

Hide Ads