Pajak Bahan Bakar Kendaraan Naik, Masyarakat Bakal Pilih Kendaraan Listrik?

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Naik, Masyarakat Bakal Pilih Kendaraan Listrik?

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 30 Jan 2024 10:26 WIB
Sejumlah pengendara mengantre untuk mengisi Bahan Bakar di Salah satu SPBU Pertamina di kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). Harga BBM Pertamax di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) naik mulai 1 Maret 2023 menjadi Rp 13.300/liter. Harga itu naik Rp 500/liter dari harga sebelumnya Rp 12.800/liter.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Salah satu hal yang dibahas di dalamnya adalah kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

PBBKB merupakan pajak yang dipungut Pemprov DKI atas penggunaan bahan bakar kendaraan. Adapun objek PBBKB merupakan penyerahan bahan bakar dari penyalur kepada konsumen. Pasal 23 Perda 1/2024 menyebut, dasar pengenaan PBBKB berdasarkan nilai jual BBKB sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn).

Selanjutnya dalam Pasal 24, tertulis bahwa tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10%, naik dari PBBKB sebelumnya yang ditetapkan sebesar 5%. Sedangkan tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum ditetapkan sebesar 50% dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Besaran pokok PBBKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dengan tarif PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24," bunyi Pasal 25 Perda 1/2024, dikutip dari dokumen aturan tersebut.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, PBBKB masuk dalam komponen pembentukan harga BBM, dengan adanya kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen itu tentu akan berimbas pada kenaikan harga BBM.

ADVERTISEMENT

"Saya kira kenaikan pajaknya dilekatkan pada harga sehingga pasti ada kenaikan 10 persen, misalnya sekarang yang dinaikan misalnya harganya Rp 10 ribu naik jadi Rp 11 ribu," kata Fahmi.

Menurut Fahmi kenaikan PBBKB tersebut kurang tepat jika diterapkan pada tahun politik saat ini, karena dapat menimbulkan gejolak sosial.

"Saya kira tahun politik ini tidak akan diterapkan, secara meluas karena itu akan mempunyai dampak terhadap peningkatan inflasi kemudian penurunan daya beli dan ini bisa memicu pergolakan sosial dan itu berbahaya," tuturnya.

Fahmi pun menilai kenaikan PBBKB tidak akan ampuh mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik secara signifikan seperti yang diinginkan pemerintah. Pasalnya, banyak variabel yang mempengaruhinya.

"Karena keputusan untuk membeli kendaraan listrik itu banyak faktor yang mempengaruhinya, tidak semata-mata tentang harga, kalau misalnya diberikan subsidi dalam jumlah yang besar ini juga tidak mendorong konsumen kemudian pindah karena banyak variabel, ketersediaan infrastruktur untuk kendaraan listrik, kemudian juga ketersediaan jaringan service after sales," jelasnya.

Sementara Peneliti di Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengungkapkan, kenaikan harga BBM yang dipicu naiknya PBBKB yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi 10 persen dapat memberatkan masyarakat.

"BBM mau dinaikin pajaknya, ini akan berdampak pada perekonomian di tengah kondisi kesulitan masyarakat," kata Ferdy.

Menurut Ferdy, kenaikan harga BBM atas dampak kenaikan PBBKB akan menimbulkan efek domino, seperti kenaikan biaya logistik yang berujung pada kenaikan harga bahan pokok, hal ini tentu akan membuat daya beli menurun dan inflasi meningkat.

"Masyarakat saat ini sudah kesulitan cari uang, lalu dibebankan kenaikan pajak, kenaikan harga BBM itu efeknya domino," ucapnya.

Menurut Ferdy sebaiknya pemerintah tidak membuat kebijakan yang memberatkan masyarakat, sebab saat ini masih banyak aktivitas masyarakat yang mengandalkan BBM.

Menurutnya, kebijakan yang ditetapkan Perda DKI 1 2024 tentang pajak Daerah dan Retrebusi Daerah Bagian 5 Pasal 24 ini tentu bisa diikuti wilayah lain yang tingkat ekonominya jauh lebih rendah dari Jakarta.

"Kebijakan publik itu harus berpihak ke rakyat, itu akan ditiru daerah lain. Orang sudah hidup susah bisa semakin susah," tuturnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Mulyanto memandang, kenaikan PBBKB yang akan memberatkan masyarakat perlu ditunda dan diputuskan oleh pemimpin yang akan mendatang.

Ia menuturkan, kebijakan tentang BBM menyangkut hajat hidup rakyat banyak, keputusannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati. "Kita tidak setuju dengan pengenaan (kenaikan) pajak untuk BBM yang akan membebani masyarakat," ucapnya.


Hide Ads