"Dengan berbagai hambatan yang dihadapi, capaian pengembangan PLTS Atap hingga Desember 2023 baru mencapai 140 megawatt (MW), sehingga perlu dilakukan percepatan pengembangan PLTS Atap," ucap Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman Parada Hutajulu dalam Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).
Jisman kemudian menjelaskan, pemerintah telah mendorong penerapan PLTS Atap sejak 2018. Salah satunya melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Pada 2024, peraturan itu kemudian direvisi lewat Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Regulasi itu mengatur instalasi PLTS Atap baik untuk PLN maupun wilayah usaha (wilus) non-PLN.
"Kami yakin, tantangan ini dapat diatasi dengan kerja keras, inovasi, dan kolaborasi seluruh stakeholders baik pemerintah, akademisi, badan usaha, media, serta masyarakat," jelasnya.
Jisman menuturkan, Program PLTS Atap diharapkan bisa mendorong produksi modul surya dalam negeri. Dengan target 1 GW PLTS Atap yang terhubung jaringan PLN dan 0,5 GW dari non PLN setiap tahun, dengan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp, diperlukan produksi 3,3 juta panel surya. Hal ini akan mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia.
Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri PLTS Atap. Sebab, di sisi hulu, Indonesia memiliki bahan baku sand silika yang bisa yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung industri solar cell. Dengan demikian, program PLTS Atap diharapkan dapat mendukung rencana pembangunan industri hulu solar cell yang direncanakan di Jawa Tengah, Pulau Batam, dan Pulau Rempang.
Di sisi lain, Jisman mengingatkan bahwa PLTS Atap memiliki sifat intermittent, ini berarti PLTS Atap memiliki ketergantungan terhadap kondisi cuaca yakni matahari. Oleh sebab itu, ia mengatakan pengembangan PLTS Atap harus dihitung secara cermat dengan memperhatikan keandalan sistem.
"Sehingga perlu ditetapkan kuota PLTS setiap tahunnya yang masuk ke suatu sistem" tuturnya.
Kendati demikian, Jisman menjelaskan bahwa syarat bagi unit usaha untuk mengajukan PLTS Atap sudah dipermudah. Pemerintah menghadirkan aplikasi layanan PLTS Atap secara elektronik. Khusus untuk pemegang IUPLTU Non-PLN, telah disiapkan aplikasi Sistem Pelayanan dan Pelaporan Terintegrasi PLTS Atap (SIMANTAP). Ke depan, SIMANTAP bersinergi dengan aplikasi milik PLN.
" Dengan adanya aplikasi ini diharapkan implementasi program PLTS Atap dapat berjalan dengan baik dan transparan," pungkasnya.
Lihat juga Video 'Momen Presiden Jokowi Resmikan PLTS Terapung Cirata 192 MWp':
(ara/ara)