Indonesia memacu pengembangan bahan bakar pesawat ramah lingkungan alias Sustainable Aviation Fuel (SAF). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan saat ini Pertamina sudah cukup maju melakukan pengembangan avtur dari minyak kelapa sawit itu.
Pertamina, kata Luhut, sudah melakukan uji coba statis yang sukses untuk produk SAF pabrikan dalam negeri. Produksi avtur ramah lingkungan itu telah diuji coba untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B.
Luhut meyakini SAF yang diproduksi Pertamina siap digunakan pada pesawat komersil secara masif dan meluas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil," beber Luhut usai melakukan Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia. Dia mengunggah momen rapat itu di akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan, Rabu (29/5/2024).
Dia menjelaskan, avtur ramah lingkungan ini salah satunya akan dibuat dari minyak jelantah alias minyak sawit bekas pakai. Luhut ingin ada penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina.
Dia memaparkan estimasi penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya. Dia juga percaya diri pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN.
SAF RI Diluncurkan September
Luhut bilang, pemerintah akan menyusun Peraturan Presiden secara khusus untuk melandasi pengembangan SAF di Indonesia. Bahkan rencananya avtur ramah lingkungan produksi dalam negeri dirilis pada September mendatang dalam gelaran Bali Air Show 2024.
"Saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita launching selambatnya pada @baliairshow, September mendatang," pungkas Luhut.
Ia memaparkan, berdasarkan data IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan. Asumsi kebutuhan bahan bakar untuk pesawat sendiri diprediksi mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.
Seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting. Maka dari itu, Luhut menyatakan kebutuhan bahan bakar pesawat di Indonesia rencananya akan diisi juga dengan avtur SAF yang ramah lingkungan.
"Dari berbagai data dan kajian, bisa saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia, sehingga upaya menciptakan Bahan Bakar SAF ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global," jelas Luhut.
(hal/ara)