Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan karpet merah kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai kebijakan itu tidak tepat diberikan kepada ormas keagamaan. Karena menurutnya ormas keagamaan tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengeksplorasi lahan pertambangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alasannya, Ormas Keagamaan tidak memiliki kapabilitas dan kemampuan dana untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan," kata dia dalam keterangannya kepada detikcom, Jumat (7/6/2024).
Ia khawatir Ormas Keagamaan hanya akan berperan sebagai makelar dengan mengalihkan pengelolaan izin tambang kepada perusahaan tambang swasta. Apa lagi industri pertambangan saat ini menurutnya masih dibayangi dengan banyaknya tidak pidana kejahatan pertambangan.
"Kalau Ormas Keagamaan harus menjalankan sendiri usaha pertambangan, tidak disangkal lagi Ormas Keagamaan akan memasuki wilayah abu-abu, yang berpotensi menjerembabkan ke dalam dunia hitam pertambangan," lanjutnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar menilai ormas keagamaan tidak cukup kompeten untuk mengelola lahan pertambangan.
Menurutnya juga kebijakan itu bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Sesuai dengan UU Minerba bahwa WIUPK tidak dapat diberikan langsung atau dengan penawaran prioritas kepada Ormas tetapi harus melalui lelang. Jika tidak lelang maka melanggar UU dan berpotensi merugikan negara dan menjadi kasus dikemudian hari. Prioritas hanya diberikan kepada BUMN dan BUMD," jelas dia.
Dia juga meragukan ormas keagamaan bisa memenuhi syarat untuk pengelolaan lahan pertambangan. Bisman menilai kalaupun ormas keagamaan dianggap memenuhi, dikhawatirkan hanya dipaksakan.
"Kita dukung Ormas keagamaan untuk tetap menjaga kekuatan moral yang menjaga lingkungan hidup, kalau ikut ikutan main tambang nanti tidak ada kekuatan kontrol sosial yang menjaga lingkungan hidup dan potensi konflik sosial akibat tambang. Akan lebih banyak negatifnya jika Ormas mengelola tambang," ungkapnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Ada sejumlah syarat ormas keagamaan yang diperbolehkan mengelola tambang.
Syarat ormas keagamaan yang memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah adalah yang menjalankan kegiatan di bidang ekonomi. Selain itu, ormas keagamaan yang mempunyai tujuan untuk memberdayakan ekonomi anggotanya dan kesejahteraan masyarakat/umat.
Syarat tersebut sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mengizinkan ormas keagamaan mengelola lahan tambang. Tujuannya, untuk memberikan kesempatan yang sama dan berkeadilan dalam pengelolaan kekayaan alam.
Selain itu, implementasi kewenangan pemerintah tersebut juga ditujukan guna pemberdayaan (empowering) kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
(ada/das)