Pengusaha Sawit Minta Prabowo Hati-hati Genjot Biodiesel, Ini Alasannya

Pengusaha Sawit Minta Prabowo Hati-hati Genjot Biodiesel, Ini Alasannya

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 22 Okt 2024 17:04 WIB
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar, tanaman mangrove, dan permukiman di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (10/8/2022). Warga setempat menyebutkan, tinggi muka air sungai selama musim pasang naik sejak tiga tahun terakhir di daerah itu terus meninggi sehingga mulai merendam kawasan permukiman setempat, sementara alih fungsi tanaman mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit skala besar di daerah itu terus bertambah marak sejak lima tahun terakhir. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Jakarta -

Program biodiesel berpotensi memangkas jumlah ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) jika dilakukan terburu-buru. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, hal itu juga berpotensi mengurangi devisa ekspor dari sawit.

Dalam catatan detikcom, industri sawit Indonesia menghasilkan devisa Rp 600 triliun pada tahun 2023. Namun jika program biodiesel dipaksakan dalam kondisi industri saat ini, maka ekspor akan dikorbankan dan setoran devisa ke negara bisa turun.

"Sekarang sawit ini terbesar menghasilkan devisa, kedua terbesar setelah batu bara. Nah bisa jadi kalau nanti ini dipaksakan dengan turun terus, ya berarti bisa bergeser sampai mungkin di bawah nikel," katanya dalam konferensi pers di Kantor Pusat Gapki di Jakarta Pusat, Selasa (22/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya program biodiesel maka kebutuhan produk sawit di dalam negeri akan meningkat. Dalam hal ini, Eddy menyebut program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) harus ditingkatkan.

Meski begitu ia meyakini pemerintah tidak akan terburu-buru dan akan mengajak pengusaha berdiskusi soal program biodiesel. Apalagi biodiesel yang bakal dikembangkan hingga B60 membutuhkan CPO cukup besar.

ADVERTISEMENT

"Kalau untuk B35 kita kebutuhan untuk pangan 10,3 juta ton. Kemudian untuk kebutuhan biodiselnya, yang B35 itu sekitar 11 juta ton," sebutnya.

Untuk B40 kebutuhan bahan baku biodiesel meningkat menjadi 14 juta ton. Kemudian bila B50 diimplementasikan, kebutuhannya naik lagi menjadi 17,5 juta ton.

"Kemudian bagaimana B50? Kebutuhan untuk biodieselnya sendiri, untuk bahan baku itu 17,5 juta ton. Bagaimana dengan B60? Udah pasti di atas 20 juta ton, sekitar 22 juta ton," tuturnya.

Hasil hitungannya, jika B50 diimplementasikan dengan kondisi industri sawit saat ini maka jumlah ekspor akan turun 6 juta ton. Lalu, jika B60 diimplementasikan maka jumlah ekspor turun hingga 10 juta ton.

Simak Video: Prabowo Optimistis RI Swasembada Energi: Solar 100% dari Kelapa Sawit

[Gambas:Video 20detik]



(ily/rrd)

Hide Ads