Pengeboran sumur minyak secara ilegal alias illegal drilling masih marak terjadi di Indonesia. Padahal ini merupakan aktivitas terlarang dan dapat menimbulkan kehilangan pendapatan negara sekaligus berdampak pada kerusakan lingkungan.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal mengatakan aktivitas illegal drilling sampai saat ini belum menunjukan adanya pengurangan aktivitas. Malahan katanya, aktivitas ini semakin terus bertambah. Ia mengatakan bahwa aktvitas ilegal tersebut sangat memberikan dampak yang luas, mulai kerugian ekonomi, adanya korban jiwa serta kerusakan lingkungan.
"Pengeboran migas ilegal ini masih banyak dan merajalela, dan tidak berkurang saya melihat. Dan pasti setiap tahun ada kecelakaan dan selalu ada yang meninggal setiap tahun. Kalo saya bilang itu ini sama dengan narkoba. Karena ini membuat celaka bagi masyarakat," kata Moshe dalam keterangannya, Jumat (1/11/2024).
Dari dampak negatif yang lebih banyak ditimbulkan dari aktivitas tersebut, Moshe meminta kepada pemerintah untuk menindak tegas kegiatan illegal drilling tersebut. Penindakan tidak hanya dilakukan kepada penambangannya saja, tetapi juga kepada setiap orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut, misalnya pembeli, investor dan sebagainya,
"Ini harus menjadi konsentrasi pemerintah. Ini menyangkut dengan penegak hukum, karena ini berkaitan dengan istilahnya bekingan ya, karena ini ada pembiaran, dan ini mesti ditangkap. Dan penangkapan ini bukan hanya terhadap mereka yang mengebor tapi juga mendanai yang menjaga aktivitas ilegal dan pembelinya yang harus di tangkap," tegasnya.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Selatan mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dari aktivitas illegal drilling dari 5.482 sumur ilegal pada tahun 2021 menjadi 10.000 sumur pada 2024 yang hanya berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, Bayung Lencir, Sungai Lilin dan Keluang.
Adapun penyebaran jaringan penyulingan ilegal telah mencapai 581 tungku pada 2024, penyulingan terbesar berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, yang menyumbang 51 persen dari total aktivitas.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Yuliusman mengungkapkan dari aktivitas illegal drilling tersebut berdampak terhadap hilangnya pendapatan negara serta kerugian lingkungan yang berada di wilayah tersebut. Diperkirakan kerugian lingkungan mencapai Rp4,87 triliun dengan kerusakan di Sungai Dawas menyumbang 77,6 persen dari total kerugian lingkungan.
"Potensi kehilangan pajaknya itu diangka Rp7,02 triliun setiap tahunnya. Kerugian lingkungan angkanya juga fantastis, terutama untuk kerusakan sungai dawas Rp4,87 triliun menyumbang 77,6 persen dari total kerugian lingkungan," kata kata Yuliusman.
Dalam upaya menekan serta mengantisipasi kegiatan kegitan illegal drilling maupun illegal refinery, pemerintah telah membentuk Tim Kajian Penanganan Pengeboran Sumur Ilegal serta Penanganan dan Pengelolaan Produksi Ex-Sumur Ilegal pada tahun 2020. Pembentukan dilakukan untuk menentukan solusi terkait kegiatan pengusahaan sumur minyak ilegal oleh masyarakat.
Selain itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi terkait aturan hukum dan risiko dari aktivitas illegal drilling dengan masyarakat di berbagai daerah. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, SKK Migas, Pemerintah Daerah (Pemda), Muspida, hingga aparat penegak hukum.
Simak Video: Kebakaran Sumur Minyak Ilegal di Muba Memakan Korban Jiwa Lagi
(rrd/rir)