Berdasarkan data BPS, pada 2023, impor minyak dan produk kilang Indonesia mencapai 1.047 ribu barel per hari (bph). Seprempatnya (25%) berasal dari Singapore, 13% dari Malaysia, 12% dari Nigeria, 10% dari Arab Saudi, dan sisanya (38%) dari negara-negara lain.
Standar emisi Singapore sudah Euro 5 dan 6. Standar emisi Malaysia Euro 4 dan 5. Indonesia baru akan menerapkan standar Euro 4 pada akhir 2027. Setelah resmi menghapus premium pada Januari 2023, bensin paling rendah adalah RON 90 (Pertalite).
Jenis ini semakin sulit beredar di spot market. Kilang Singapore sudah tidak memproduksi BBM RON 90, termasuk kilang Shell di Pulau Bukom yang diakuisisi Chandra Asri Pacific. Kilang Malaysia juga tidak lagi memproduksi RON 90.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mungkin kilang China dan India yang masih menghasilkan BBM RON 90 ke bawah. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, RON 90 yang diimpor oleh Pertamina Patra Niaga adalah produk blending dari para trader di Singapore, bukan produk kilang.
Kalau dugaan ini benar, sebagian produk BBM yang beredar adalah produk dua kali blending di luar kilang. Blending pertama oleh para trader di Singapore. Blending kedua oleh broker yang sekarang ditindak oleh Kejakgung. Tentu saja, kualitas blending di luar kilang jauh lebih rendah.
Kedua, Kejakgung menyebut modus berikutnya adalah blending antara RON 88 dan RON 92 sehingga menghasilkan RON 92. Ini membingungkan.
Sebelumnya disebutkan yang diimpor adalah RON 90. Tetapi, bahan baku blending-nya justru RON 88. Produk ini lebih langka lagi. Bahkan, semua kilang di Indonesia, kecuali Kasim, sudah tidak memproduksi RON 88.
Lalu, dari mana lagi sumber BBM itu? Keanehan berikutnya adalah blending RON 88 dan RON 92 untuk menghasilkan RON 92. Secara saintifik, komposisi ini tidak masuk akal.
Untuk menghasilkan angka 92, komposisi yang mungkin adalah blending RON 90 dan HOMC 95, dengan formulasi: 60% RON 90 + 40% HOMC 95. Kalau informasi yang disampaikan Kejagung benar, oplos RON 88 dan HOMC 92 tidak akan menghasilkan BBM kualitas Pertamax.
Dengan rumus 60% 92 + 40% 88, hasilnya adalah 90,4. Ini kualitas Pertalite. Kalau kemudian dijual dengan harga Pertamax, ini jelas praktik lancung yang merugikan negara dan konsumen. Mereka patut dihukum seberat-beratnya.
M. Kholid Syeirazi
Direktur Eksekutif Center for Energy Policy
Simak Video "Video: Respons Kejagung Usai Tom Lembong Ajukan Banding Vonis 4,5 Tahun Bui"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)